Cerita
tentang “Perumpamaan Kembalinya Anak yang Hilang”
Perumpamaan Anak Yang
Hilang
(Saddharma Pundarika
Sutra Bab IV)
Sementara itu si anak malang bekerja di sana
sini dan tanpa diduganya sampailah ia dikediaman ayahnya. Sambil berdiri
diambang pintu, ia melihat ke seluruh isi rumah sehingga diam-diam ia berpikir
: “Tentunya ini adalah kediaman seorang keturunan raja dan ini bukanlah tempat
bagi saya untuk bekerja. Lebih baik saya pergi kedusun-dusun kecil dimana ada
tempat bagiku untuk bekerja , jika saya berlama-lama disini mungkin saya akan
mengalami aniaya dan dipaksa bekerja”. Setelah berpikir demikian, ia pergi.
Tetapi pada saat itu, sipemiliki rumah mengetahui bahwa yang telah datang ke
tempatnya adalah anaknya yang telah lama menghilang sehingga ia merasakan suatu
kegembiraan yang luar biasa.
Si pemilik rumah memerintahkan kepada utusannya
untuk mengejar dan membawa kembali orang tersebut. Kemudian utusan-utusan itu
bergegas menangkapnya, si anak tersebut menjadi terkejut dan
Ketakutan sehingga dengan keras ia berteriak membantah
“Saya tidak mengganggu kalian, mengapa saya harus ditangkap?”. Tetapi
utusan-utusan itu bertindak lebih cepat lagi untuk menangkapnya dan memaksanya
untuk balik kembali. Kemudian anak malang itu berpikir dalam hatinya bahwa
meskipunia tidak bersalah namun ia akan dipenjarakan juga, hal ini pasti
berarti kematiannya sehingga bertambah ngerilah hatinya dan akhirnya pingsanlah
ia dan rubuh ke tanah.
Ayahnya yang melihat dari kejauhan kemudian
memerintahkan kepada utusannya untuk membiarkan si anak tersebut dan
memrintahkan utusanny untuk meneteskan air dingin pada wajahnya agar ia sadar
kembali. Ayahnya mengetahui watak anaknya yang rendah diri dan menyadari
kedudukannya sendiri yang seperti raja itu, telah menyebabkan kedukaan pada
anaknya. Meskipun demikian, ia semakin percaya bahwa anak ini adalah anaknya,
tetapi dengan kebijaksanaan ia tidak mengatakan apapun pada orang lain bahwa
anak ini adalah anaknya sejati. Kemudian si anak ini dibebaskan dari utusan
ayahnya, anak ini merasa gembira dan pergi untuk mencari sandang dan pangan.
Kemudian si ayah mengatur suatu rencana, ia
memerintahkan kepada 2 orang utusannya untuk mengunjungi tempat si anak
tersebut dan memberikan pekerjaan sebagai pembersih tumpukan kotoran
dengan upah dua kali lipat. Setelah itu kedua orang utusan pergi dan mencari si
anak tersebut, setelah mereka bertemu kedua orang tersebut mengatakan tentang
tujuannya, si anak menyetujui tawaran tersebut dan bergabung bersama mereka
membersihkan kotoran-kotoran.
Pada suatu hari si ayah melihat anaknya dari
kejauhan lewat jendela dan merasa sangat kasihan kepada anaknya tersebut, si
ayah mendekati anak tersebut dengan pakaian yang kasar, compang-camping serta
kotor, dan badannya dilumuri dengan debu, si ayah melakukan tersebut supaya
tidak ketahuan identitasnya oleh pekerja yang lain. Dengan rencana tersebut si
ayah mendekati anaknya dan berkata “Wahai orangku, tinggallah dan kerjalah
disini, janganlah engkau pergi kemana-mana lagi, aku naikkan upahmu dan apapun
yang engkau perlukan akan kuberikan, kecuali itu kalau engkau membutuhkan, akan
kuberimu seorang pelayan. Tenangkanlah hatimu, anggaplah aku seperti ayahmu
sendiri dan janganlah takut lagi, mulai saat ini dan seterusnya engkau akan
kuanggap sebagai anakku sendiri yang kulupakan”. Kemudian ayah tersebut
memberikan nama baru dan memanggilnya seperti anaknya.
Kemudian si ayah jatuh sakit, dan menyadari
bahwa sebentar lagi ajalnya akan tiba. Maka berkatalah ia kepada anknya
“Sekarang aku memiliki emas, perak, dan benda-benda berharga yang bertumpuk-tumpuk
dan harta kekayaan yang melimpah ruah. Aku ingin engkau mengetahui sampai hal
yang sekecil-kecilnya ini, jumlah dari semua benda-benda ini, junlah dari harta
yang masih harus diterima, dan diberikan”. Kemudian si anak itu menyetujui
petunjuk dan perintahnya sehingga terbiasa dengan semua barang-barang itu emas,
perak, benda-benda berharga dan begitu juga lumbung dan kekayaan.
Sesudah beberapa waktu berselang, ayahnya mengetahui bahwa pemikiran anaknya lambat laun sudah berkembang dan kemauannya pun tumbuh dengan baik dan dia mengetahui juga bahwa anaknya telah memandang rendah keadaan pemikirannya yang terdahulu. Karena mengetahui bahwa akhir hayatnya sudah dekat, ia memerintahkan anaknya datang dan pada saat yang sama ia mengumpulkan sanak keluarganya, para raja, para menteri, para ksatria, dan rakyat.
Pertemuan
2
Makna cerita Perumpamaan Kembalinya
Anak yang Hilang
Buddha diibaratkan
sebagai seorang Bapak dari anak yang hilang tersebut. Anak yang hilang tersebut
diibaratkan kita sebagai manusia. Manusia memiliki karakter dan sifat-sifat
sendiri, yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Buddha memberikan
Dhamma atau warisan kepada kita, manusia, dengan cara yang berbeda-beda,
disesuaikan dengan sifat dan karakter yang kita miliki. Hal tersebut
dilakukan-Nya agar semua anakanak Buddha dapat memahami Dhamma dengan baik, dan
tercapailah cita-citanya. Buddha memiliki banyak harta warisan, yang tiada tara
nilainya dan tidak dapat dibandingkan dengan apapun juga. Buddha sangat
dihormati oleh seluruh makhluk. Buddha dharma adalah harta yang tak ternilai.
Buddha dharma dapat membuat semua makhluk yang mempraktikkannya menjadi
terbebas dari samsara, atau penderitaan. Buddha sesungguhnya berkeinginan untuk
mewariskan kekayaannya kepada anak-anaknya. Makhluk yang mempraktikkan ajaran
Buddha sesungguhnya telah menerima harta warisan dari Buddha.
Rangkuman :
Orang tua yang digambarkan dalam cerita “Kembalinya Anak yang Hilang” adalah Buddha. Sedangkan anak yang hilang adalah kita, manusia, sebagai umatnya. Kekayaan Buddha berwujud Dharma atau dhamma yang nilainya tak terhingga.
Budha dharma adalah warisan tak ternilai yang tidak dapat dibandingkan dengan kekayaan apapun.
Warisan umat Buddha tersatukan dalam mustika yang disebut Triratna, berupa Buddha, Dhamma dan Sangha.
Ok pak
BalasHapus