BUDDHA DHARMA
TUGAS
MATA KULIAH : POKOK – POKOK DASAR AGAMA BUDDHA
Dosen
: Suwito, S.Ag., M.Pd.
STAB
BODHI DHARMA
Disusun
oleh :
KELOMPOK
2
1. Bhadra
Sudhiyanti / Juli
2. Mila
3. Ruslina
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………………………………………………………. i
Daftar
Isi………………………………………………………………………………………………………………………………… iii
BUDDHA DHARMA
1.
Buddha……………………………………………………………………………………………………………………… 1
1.1
Pengertian
Buddha…………………………………………………………………………………………….. 1
1.2
Sifat-sifat mulia Sang
Buddha……………………………………………………………………………… 1
1.3
Tingkat pencapaian
Buddha………………………………………………………………………………… 2
2.
Dharma……………………………………………………………………………………………………………………… 3
2.1
Pengertian
Dharma…………………………………………………………………………………………….. 3
2.2
Penggolongan Dharma……………………………………………………………………………………….. 4
2.3
Sifat-sifat
Dharma……………………………………………………………………………………………… 4
3.
Buddha
Dharma…………………………………………………………………………………………………………. 5
4.
Perumpamaan Buddha, Dharma dan
Sangha dalam kehidupan sehari-hari………………. 7
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………………………… 8
Daftar
Pustaka…………………………………………………………………………………………………………………………. 10
KATA
PENGANTAR
Namo Sanghyang Adi
Buddhaya, Namo Buddhaya
Buddha Dharma, kedengarannya sangat simple dan sangat
umum diketahui oleh masyarakat secara garis besarnya saja. Tetapi pada
kenyataannya, kita jarang menemukan pembahasan Buddha Dharma yang lebih
mendalam.
Pada kesempatan ini kita akan membahas Pokok-pokok Buddha Dharma karena
Buddha Dharma merupakan pokok-pokok dasar Agama Buddha yang sangat perlu
diselami, dipelajari, didalami, dipahami, dan dilaksanakan. Karena jika Buddha
Dharma tidak dilaksanakan maka keindahan dan kebenaran-Nya hanya ada dalam bentuk
teori saja. Dalam pepatah bahasa Pali dikatakan : ” Dhamma have rakkhati Dhamma
carim” artinya “Barang siapa yang selalu mempraktikkan Dharma dengan benar maka
mereka akan dilindungi oleh Dharma.
Demikian pula
pembelajaran Dharma harus dibarengi dengan pelaksanaan yang konkrit agar dapat
memberikan kontribusi yang positif di dalam kehidupan kita.
Pada intinya
Buddha Dharma berisikan suatu sistem tentang moral dan filsafat yang khususnya
menguraikan suatu jalan tentang pencerahan dan bukan Ajaran yang dipelajari
hanya dari sudut pandang akademis belaka. Buddha mengatakan bahwa barang siapa
yang mempelajari tanpa mempraktikkan Ajaran, laksana bunga yang berwarna-warni,
namun tanpa harum. Dan barang siapa yang tidak mempelajari Dharma laksana
manusia buta, tetapi barang siapa yang mempraktikkan Dharma mempunyai nilai
yang lebih tinggi.
Buddha sendiri
mengharapkan dari pada pengikutnya, bukan pemujaan terhadap-Nya. Tetapi
menjalankan Ajaran-Nya dengan nyata. “ Barang siapa yang selalu mempraktikkan
Ajaran-Ku, itulah yang terbaik, dan itulah penghormatan yang benar
terhadap-Ku”. Ini merupakan nasehat Buddha. Buddha mengajarkan Dharma tidak
bermaksud untuk mengubah manusia menjadi beragama Buddha, tetapi Ajaran Buddha
dimaksudkan untuk manusia, sangat indah, jika kita mengetahui sejarah tentang
Agama Buddha beserta isinya karena Dharma sangat indah pada awalnya, Dharma
sangat indah pada pertengahannya dan Dharma sangat indah pada akhirnya. Jadi,
bagi orang-orang yang menerapkan Dharma akan mempunyai keindahan tersendiri
disbanding orang-orang yang tidak menerapkannya.
Semoga pembahasan tentang Buddha Dharma ini dapat
memberikan manfaat bagi kita semua.
Sabbe satta bhavantu sukhitatta, Semoga semua makhluk turut
berbahagia.
Sadhu Sadhu Sadhu
Medan, Oktober
2013
BUDDHA DHARMA
1.
BUDDHA
1.1 PENGERTIAN BUDDHA
Menurut Arthur Anthony Macdonell dalam Practical Sanskrit
Dictionary, kata Buddha berasal dari bahasa Sansekerta. Budh berarti menjadi
sadar, kesadaran sepenuhnya; bijaksana, dikenal, diketahui, mengamati,
mematuhi.
Kata Buddha berarti “Yang Tercerahkan Sepenuhnya” atau “Yang Sadar”.
Buddha berarti orang yang telah mencapai penerangan atau pencerahan sempurna
dan sadar akan kebenaran kosmos serta alam semesta.
Buddha adalah gelar kesucian bagi sosok yang tercerahkan sepenuhnya
karena Ia telah menyadari kebenaran dan melihat segala sesuatu sebagaimana
adanya. Melalui kebijaksanaan-Nya yang sempurna, Ia mengetahui apa yang baik
dan apa yang tidak baik bagi setiap orang dan menunjukkan kepada kita jalan
menuju Kebahagiaan Sejati.
1.2 SIFAT-SIFAT
MULIA SANG BUDDHA
Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265,
disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna. Ada
sembilan Buddhaguna, yaitu:
1.
Araham=
manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin
2.
Sammasambuddho
= manusia yang mencapai penerangan sempurna dengan usahanya sendiri
3.
Vijjacaranasampanno
= mempunyai pengetahuan sempurna dan tindakannya juga sempurna
4.
Sugato
= yang terbahagia
5.
Lokavidu
= mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam
6.
Anuttaro
purisadammasarathi = pembimbing umat manusia yang tiada bandingnya
7.
Satta
devamanussanam = guru para dewa dan manusia
8.
Buddho
= yang sadar
9.
Bhagava
= yang patut dimuliakan (dijunjung)
1.3 TINGKAT PENCAPAIAN BUDDHA
Tingkat
kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan sempurna. Menurut tingkat pencapaiannya, Buddha
dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Samma sambuddha, memiliki ciri-ciri :
1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan
dengan usahanya sendiri, tanpa bantuan mahluk lain
2. Mampu mengajarkan ajaran yang ia peroleh (Dhamma) kepada
mahluk lain
3. Yang diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian
seperti dirinya
2
Pacceka
Buddha,
memiliki ciri-ciri :
1.
Orang
yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahanya sendiri, tanpa bantuan mahluk
lain
2.
Tidak
mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain secara meluas
3.
Yang
diajar tersebut belum mampu mencapai tingkat-tingkat kesucian €seperti dirinya.
3
Savaka
Buddha,
memiliki ciri-ciri :
1.
Orang
yang mencapai tingkat kebuddhaan karena mendengarkan dan melaksanakan ajaran
dari Sammasambuddha
2.
Mampu
mengajarkan ajaran yang ia peroleh kepada mahluk lain.
3.
Yang
diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti dirinya.
Para Buddha pada dasarnya mempunyai tiga prinsip dasar
ajaran, yaitu seperti yang tercantum di dalam Dhammapada 183 (Bab XIV Buddha
Vagga 5) sebagai berikut:
Sabbapapassa akaranam = tidak melakukan segala
bentuk kejahatan
Kusalasupasampada = senantiasa mengembangkan kebajikan
Sacittapariyodapanam = membersihkan batin atau pikiran
Etam buddhana sasanam = inilah ajaran para Buddha
Kusalasupasampada = senantiasa mengembangkan kebajikan
Sacittapariyodapanam = membersihkan batin atau pikiran
Etam buddhana sasanam = inilah ajaran para Buddha
2.
DHARMA
2.1 PENGERTIAN DHARMA
Kata Dhamma berasal dari bahasa Pali atau dharma dalam bahasa
Sansekerta, yang berasal dari akar kata “dhr” (baca : dri) yang berarti ‘berada
dalam dirinya atau mendukung, menjunjung, menunjang dirinya’ - jadi berarti
ada.
Segala sesuatu yang tidak kekal dan selalu berubah, memiliki hakikat
ketidakkekalan dan perubahan. Dengan kata lain, ia berada dan menyokong dirinya
di dalam arus perubahan. Sedangkan segala yang tidak berubah menyokong dirinya
karena tidak ada perubahan. Maka bila disimpulkan dari kedua hal itu, dhamma
berarti ‘berada atau mendukung dirinya’. Oleh karena itu, secara harfiah kata
dhamma berarti ‘segala sesuatu kecuali ketiadaan (nihil) karena tidak ada
sesuatu yang tidak dapat berada dalam dirinya’.
Dhamma mencakup pengertian yang sangat luas, yaitu :
1.
Doktrin ; ajaran Sang Buddha
2.
Norma ; hukum ; alam
3.
Kebenaran ; realitas akhir
4.
Yang luar biasa, khususnya
Nibbana
5.
Kebenaran ; keluhuran ;
moralitas ; perilaku yang baik ; tingkah laku yang benar
6.
Tradisi ; prakktik ; prinsip ;
peraturan ; tugas
7.
Keadilan ; tidak memihak
8.
Benda ; fenomena
9.
Objek yang dapat dikognisi ;
objek pikiran ; ide
10.
Keadaan mental ; factor mental
; aktivitas mental
11.
Kondisi ; penyebab ; yang
bersebab
2.2 PENGOLONGAN DHARMA
Dharma dapat dibagi atas 2 golongan, yaitu :
- Paramattha Dhamma : kebenaran tertinggi / hakekat tertinggi dari segala sesuatu baik berupa batin maupun materi ( Citta, Cetasika, Rupa dan Nibbana) /Paramattha sacca. Paramattha Dhamma terbagi atas 2 golongan, yaitu :
- Sankhata/ Sakhara
(keadaan yang bersyarat):
- Citta (Kesadaran/Pikiran)
- Cetasika (bentuk-bentuk batin)
- Rupa (materi)
- Asankhata/Asankhara ( keadaan yang tak bersyarat), yaitu Nibbana
- Paññati Dhamma :
sesuatu yang bukan ada sendiri atau jadi sendiri, tetapi sesuatu yang
diberikan nama, untuk dijadikan panggilan sesuai dengan konsep manusia (dunia
konsep, dunia kesepakatan) /Samutti sacca. Pannatti dhamma terdiri dari 2 golongan
besar , yaitu :
1. Nama Pannatti, yaitu nama, istilah, sebutan yang diberikan terhadap objek.
2. Attha Pannati, yaitu : ide, gagasan yang menerangkan objek , gambaran umum atas nama yang diberikan.
2.3 SIFAT-SIFAT DHARMA
Berdasarkan Kitab Anggutara Nikaya 11.12, ada 6 kualitas/ sifat
Dharma, yaitu :
1.
Svākkhāto, yaitu Dharma telah dibabarkan sempurna oleh Buddha. Buddha telah
mengajarkan semua yang kita perlukan untuk menjadi baik, bahagia, dan selalu
sadar, tidak ada yang ketinggalan. Buddha tidak mengajarkan hal-hal yang tidak
bermanfaat.
2.
Sandiṭṭhiko, yaitu Dharma terlihat amat jelas. Kita bisa melihat Dharma dimana
saja dalam kehidupan kita sehari-hari.
3.
Akāliko, yaitu Dharma tidak bersela waktu. Dharma diajarkan Buddha ribuan
tahun yang lalu. Saat itu, Dharma adalah kebenaran dan dapat membuat hidup kita
bahagia. Saat ini, Dharma masih merupakan kebenaran dan membuat kita bahagia.
Dan, ribuan tahun mendatang, Dharma tetap merupakan kebenaran, dan membuat
hidup kita bahagia. Dharma senantiasa indah, dulu, kini dan nanti.
4.
Ehipassiko, yaitu Dharma mengundang untuk dibuktikan. Buddha mengajarkan kita
untuk tidak percaya begitu saja terhadap apa yang kita dengar. Sekalipun Buddha
sendiri yang mengucapkannya. Buddha mengajak kita semua untuk datang dan
melihat langsung ajaran-Nya.
5.
Opanayiko, yaitu Dharma yang menuntun ke dalam batin. Jika kita menjalani
Dharma dengan sungguh-sungguh, Dharma akan membimbing batin kita menjadi tenang
dan bahagia.
6.
Paccattaṃ veditabbo viññūhi, yaitu Dharma yang dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin
masing-masing. Semua orang, siapapun dia, bisa belajar Dharma, namun kita tidak
belajar Dharma dengan menghafal atau tahu saja. Kita mempelajari Dharma dengan
hati dan hidup sesuai Dharma.
Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut,
maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap, yaitu:
1.
Pariyatti
Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka, mendengarkan dharma dari bhikkhu, dharmaduta ataupun media elektronik lainnya.
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka, mendengarkan dharma dari bhikkhu, dharmaduta ataupun media elektronik lainnya.
2.
Patipatti
Dhamma
Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari melalui pelatihan Sila, Samadhi dan Panna.
Melaksanakan (mempraktikkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari melalui pelatihan Sila, Samadhi dan Panna.
3.
Pativedha
Dhamma Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi
kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassana)
hingga merealisasi Kebebasan Mutlak.
3. BUDDHA DHARMA
Buddha Dharma adalah Dharma yang disadari dan dibabarkan
oleh Sang Buddha Gotama yang merupakan suatu ajaran yang menguraikan hakekat
kehidupan berdasarkan Pandangan Terang yang dapat membebaskan manusia dari
kesesatan atau kegelapan batin dan penderitaan disebabkan ketidak-puasan. Buddha Dharma juga dikenal dengan istilah
Agama Buddha.
Buddha Dharma meliputi unsur-unsur agama, kebaktian,
filosofi, psikologi, falsafah, kebatinan, metafisika, tata susila, etika, dan
sebagainya.
Beberapa Pokok-pokok dasar Buddha Dharma mencakup :
1.
Kitab Suci Tripitaka, dimana
Tripitaka berisi intisari ajaran Buddha yang terdiri dari :
1.
Vinaya Pitaka, berisi tentang
peraturan kebhikkhuan
2.
Sutta Pitaka, berisi tentang
babaran Dharma Sang Buddha dan beberapa siswa utama-Nya
3.
Abhidhamma Pitaka, berisi
tentang analisa mendalam ajaran Sang Buddha yang mencakup ilmu fisika dasar, ilmu
jiwa, logika, dan etika
2.
Empat kebenaran Mulia (Cattari
Ariya Saccani), yaitu :
1. Kebenaran Mulia tentang adanya penderitaan (Dukkha Ariyasacca)
2. Kebenaran Mulia tentang asal mula penderitaan ( Dukkhasamudaya
Ariyasacca)
3. Kebenaran Mulia tentang lenyapnya penderitaan (Dukkhanirodha
Ariyasacca)
4. Kebenaran Mulia tentang jalan menuju lenyapnya penderitaan (
Dukkhanirodhagamini-patipada Ariyasacca)
3.
Jalan
Mulia Beruas delapan (Ariya Atthangika Magga). Dalam Sutta Pitaka-Majjhima Nikaya-44.
Cula Vedalla Sutta, 8 faktor jalan tersebut dibagi menjadi
1.
Pandangan
Benar (Samma Ditthi) Panna
2.
Pikiran
Benar (Samma Sankappa)
3.
Ucapan
Benar (Samma Vaca) Sila
4.
Perbuatan
Benar (Samma Kammanta)
5.
Penghidupan
Benar (Samma Ajiva)
6.
Usaha
Benar (Samma Vayama) Samadhi
7.
Perhatian
Benar (Samma Sati)
8.
Konsentrasi
Benar ( Samma Samadhi)
4.
Tilakkhana
( 3 corak umum ), yaitu :
1.
Anicca
(tidak kekal)
2.
Dukkha
(penderitaan)
3.
Anatta
(tanpa inti)
5.
Tiratana
( Tiga Mustika )
6.
Kamma
dan Patisandhi/ Punabbhava ( Hukum Karma dan Tumimbal lahir)
7.
Paticcasamuppada
(Hukum Sebab Musabab Yang Saling Bergantungan)
8.
Nibbana
(Kebahagiaan Tertinggi)
4.
PERUMPAMAAN BUDDHA, DHARMA
DAN SANGHA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Perumpamaan Buddha sebagai Dokter
Perlindungan kepada Buddha, Dharma, Sangha dapat diumpamakan sebagai
dokter, obat dan perawat bagi orang sakit yang perlu disembuhkan. Kita ibarat
orang sakit karena terjangkit penyakit situasi yang tidak memuaskan dalam hidup
kita. Untuk mencari solusinya, kita berkonsultasi pada dokter yang piawai yaitu
Buddha, yang mendiagnosis penyebab penyakit kita lalu memberikan resep obat,
yaitu Dharma, ajaran-Nya, mengenai bagaimana mencapai pencerahan.
Perumpamaan Dharma sebagai Obat
Kita harus mempraktikkan Dharma, yang diumpamakan sebagai obat yang
diresepkan Buddha kepada kita untuk mencapai pencerahan. Tidaklah cukup hanya
mendengarkan Dharma, kita harus aktif menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
dan dalam hubungan kita dengan orang lain. Ini berarti kita harus berusaha
berperhatian murni dan sadar ketika sikap yang mengganggu muncul. Kemudian,
kita menggunakan obat yang membuat kita dapat mengamati situasi yangs
sesungguhnya. Jika orang sakit punya obat tetapi tidak meminumnya, orang itu
tidak akan sembuh. Begitu pula, bisa jadi kita punya tempat pemujaan megah dan
perpustakaan lengkap berisi buku Dharma di rumah, tetapi jika kita tidak bisa
membaca isi dari buku tersebut maka kita tidak akan mengetahui apa itu Dharma.
Perumpamaan Sangha sebagai Perawat
Anggota Sangha diumpamakan sebagai perawat yang membantu kita untuk
meminum obat Dharma. Perawat akan mengingatkan kita ketika kita lupa pil mana
yang harus diminum. Jika kita kesulitan menelan pil yang besar, perawat akan
memecahkan pil besar tersebut menjadi potongan-potongan kecil untuk kita.
Begitu pula, ketika kita bingung, Sangha akan membantu kita dalam menjalankan
Dharma dengan benar. Praktisi yang lebih berpengalaman dari kita dapat menjadi
sahabat spiritual yang dapat membantu kita.
KESIMPULAN
Menjadi umat Buddha bukan hanya tertulis di KTP atau
kartu identitas lainnya kita beragama Buddha tapi bagaimana kita bisa
mempraktikkan Dharma yang kita pelajari dalam kehidupan sehari-hari. Karena
tujuan utama Sang Buddha mengajarkan Dharma dari sejak dahulu, saat ini, dan
masa yang akan datang adalah untuk membebaskan diri dari penderitaan.
Dharma bukan hanya tertulis di Kitab Suci atau buku-buku
Dharma lainnya ataupun hanya berupa ceramah dari anggota Sangha dan dharmaduta,
tapi Dharma berada dalam kehidupan kita sehari-hari. Oleh karena itu, untuk mengerti dan memahami dengan benar mengenai
Buddha Dharma, maka kita harus melaksanakan 3 cara, yaitu :
1. Mempelajari Dharma
secara teori
2. Melaksanakan Dharma
3. Hasil dari realisasi/
penembusan Dharma
Sabda Sang Buddha yang dikutip dari Majjhima Nikaya 10, Satipatthana
Sutta, yaitu : “ Tidaklah mungkin, O para siswa, untuk menguasai Samadhi tanpa
menguasai Sila. Tidaklah mungkin pula untuk menguasai Panna tanpa menguasai
Samadhi .“
Dengan mencermati Sabda Sang Buddha tersebut di atas,
maka dapat dipahami bahwa “Praktik Dharma “ bukanlah hanya terbatas pada
pengertian yang sempit dan terfokus pada praktik Samadhi (meditasi) saja, atau
upacara-upacara ritual dan moralitas saja, atau berdasarkan kebijaksanaan
(Panna) saja. Namun perlu dipahami bahwa pengelompokan 3 inti Dharma yaitu :
Sila, Samadhi dan Panna itu sendiri hanyalah merupakan ‘pengelompokan’ dari
masing-masing unsur Dharma yang terdapat dalam “Jalan Mulia berfaktor Delapan” dan
di dalam Praktik atau pelaksanaannya adalah merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipilih dan dipisah-pisahkan. Misalnya, kita memilih praktik silanya
dulu, baru praktik yang lain. Atau memilih praktik Samadhi-nya dulu baru
melaksanakan Sila dan Panna. Dalam pelaksanannya ketiganya dilaksanakan secara
berbarengan.
Dengan demikian, semoga kita sebagai umat Buddhist ‘
yang berpandangan secara Buddhist’ diharapkan tidak lagi berpandangan sempit
apalagi berpandangan salah terhadap pengertian serta pemahaman dari makna
‘belajar dan praktik Buddha Dharma’.
Manfaat
pelaksanaan Dharma adalah untuk memperoleh kebahagiaan bagi mereka yang
melaksanakannya, bukan hanya untuk diri sendiri saja melainkan juga bagi
makhluk lainnya.
“Dhammo have rakkhati dhammacarim
dhammo sucinno sukha
mavahati
esanisamso dhamme sucinne
na duggatim gacchati
dhammacari”
Artinya
“Dhamma akan melindungi
mereka yang mempraktikkan Dharma.
Praktik Dharma akan
membawa kebahagiaan
Barangsiapa mengikuti
dhamma tidak akan pergi ke alam penderitaan”
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Sekian dan
terima kasih.
Metta citena,
DAFTAR PUSTAKA
Practical Sanskrit
Dictionary, Arthur Anthony Macdonell, Oxford University Press, London, 1965
Dhammapada Sabda-Sabda Buddha Gotama, tim penerjemah Kitab Suci
Agama Buddha, CV Dewi Kayana Abadi, Jakarta, 2002
Dharma untuk anak, Handaka
Vijjananda, Ehipassiko Foundation, Jakarta, 2013
Rampaian Dhamma, Pandit
Jinaratana Kaharuddin, DPP PERVITUBI, Jakarta, 2004
Masuk ke arus Dhamma, Phra
Acariya Thoon Khippanno, Wisma Sambodhi Klaten, 1992
Majjhima Nikaya 1,
terjemahan dari Bahasa pali oleh bhikkhu Nanamoli dan bhikkhu Bodhi, terjemahan
bahasa Inggris ke Indonesia oleh Dra. Wena Cintiawati, Dra. Lanny Anggawati,
Endang Widyawati, S.Pd, Wisma Sambodhi Klaten, 2008
Dhamma, Arti kata dan
penggunaannya dalam Agama Buddha, Pandita Dhammavisarada Drs. Teja S.M.Rashid, Buddhist
Bodhi, 1996
Abhidhammatthasangaha,
Pandit J. Kaharuddin, Vihara Padumuttara, Tangerang, 2005