Jumat, 25 November 2011

PROPOSAL TESIS STUDI MANDIRI


Proposal Tesis

 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR AGAMA BUDDHA KELAS V SD SARIPUTRA KOTA JAMBI BERBASIS MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Mandiri dan Seminar Bidang Studi

Dosen pengampu:
Prof. Dr. Hj Emosda, M. Pd, Kons
Dr. H Martinis Yamin, M. Pd

Oleh
SUWITO













MAGISTER TEKNOLOGI PENDIDIKAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JAMBI
NOVEMBER, 2011


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia. Pendidikan berkualitas bagi setiap individu dalam masyarakat merupakan sebuah prinsip dari dasar hendaknya dimiliki oleh bangsa serta wajib untuk diberikan negara kepada warganya. Berlandaskan pada Undang-undang Dasar 1945 alenia ke-3 yang menyatakan bahwa salah satu tujuan bangsa indonesia adalah”....,mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...”. Berdasarkan hal tersebut, bangsa Indonesia mempunyai tanggung jawab yang besar di dunia pendidikan. Pentingnya akan pendidikan membuat bangsa Indonesia sadar kembali dan terdorong untuk memajukan dunia pendidikan yang tertinggal jauh dari negara-negara lain dalam kancah internasional.
Pendidikan diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi pribadi-pribadi anggota masyarakat yang mandiri. Pribadi yang mandiri adalah pribadi yang secara mandiri mampu berpikir, menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru, melihat permasalahan serta menemukan cara pemecahan baru yang bernalar dan dapat dipertanggungjawabkan. Artinya pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.
Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioal mengenai pendidikan umum dan pendidikan keagamaan pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan”.
Berdasarkan pada undang-undang tersebut di atas, pendidikan agama memiliki peranan yang penting dalam menentukan sikap, kepribadian serta perilaku seorang pelajar pada kususnya dan masyarakat pada umumnya dalam menjalani kehidupannya dilingkungan masyarakat. Dengan demikian, pendidikan agama (kususnya agama Buddha) di sekolah-sekolah pada umumnya adalah wajib diadakan. Hal ini dikarenakan mengingat bahwa seperti yang tertuang dalam undang-undang pendidikan agama sekurang-kurangnya harus diajarkan melalui mata pelajaran disemua jalur jenjang dan jenis pendidikannya.
Dilanjutkan lagi masih buku yang sama dalam undang-undang tersebut mengenai pendidikan keagamaan pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa “pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya”. Berarti bahwa selain ilmu pengetahuan umum yang dipelajari oleh siswa seorang pendidik juga bertanggung jawab terhadap moral dan perilaku peserta didiknya dalam meyakini dan memahami ilmu agamanya serta dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Berkenaan dengan hal di atas, dalam buku Pola Lembaga Keagamaan Buddha (2009). Tentang program peningkatan kualitas pendidikan agama di sekolah umum dan lembaga pendidikan agama bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan ajaran agama dari pendidikan pra sekolah sampai dengan perguruan tinggi melalui pemberdayaan lembaga pendidikan, peningkatan dan pengembagan sumber daya manusia, pengembangan keutuhan pembinaan dan peningkatan sarana serta prasarana sekolah. Adapun kegiatan pokok yang dilakukan adalah:
1.    Pengembangan lembaga sosial keagamaan dan peranannya dalam pembangunan agama
2.    Pengembangan lembaga pendidikan agama dan peranannya dalam pendidikan nasional;
3.    Pemberdayaan dan pemenuhan sarana dan prasarana lembaga pendidikan keagamaan;
4.    Peningkatan mutu lembaga apendidikan;
5.    Peningkatan mutu lembaga sosial keagamaan.
Demikian telah dijelaskan dengan rinci tentang bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan keagamaan guna mendidik manusia yang seutuhnya. Begitu pula pendidikan keagamaan Buddha memiliki peranan yang penting dalam meningkatkan kualitas mental dan spiritual peserta didik. Oleh sebab itu dalam pembelajaran disekolah pun harus memiliki sarana dan prasarana yang memadai guna meningkatkan proses pembelajaran. Salah satunya adalah sarana bahan ajar baik dalam bentuk buku cetak maupun non cetak.
Sebuah proses pembelajaran akan baik apabila didukung dengan perangkat pembelajaran yang baik dan memadai. Proses pembelajaran akan bermakna apabila masing-masing komponen dari pembelajaran tersebut mengerti dan memahami tujuan dari pada belajar itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan sebuah bahan ajar yang benar-benar berkualitas yang mampu memberikan pemahaman terhadap peserta didik untuk lebih memahami pelajaran yang dipelajarinya. Kususnya pendidikan agama, yang memiliki peranan penting dalam menyelaraskan antara ilmu pengetahuan dan nilai-nilai keagamaan tersebut agar dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya masih dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada bab II pasal 2 ayat 1 juga menjelaskan tentang pendidikan agama yaitu “pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan antar umat beragama”. Berkenaan dengan hal tersebut dijelaskan juga dalam pasal 2 ayat 2 mengatakan bahwa “pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni”.
Perkembangan teknologi yang semakin maju, tingkat pendidikan masyarakat yang semakin tinggi, memicu munculnya permasalahan dalam kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, semakin menurunnya moral manusia yang dibuktikan dengan semakin banyaknya berita tindak kriminal yang ditayangkan oleh media elektronik dan media massa. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat di era perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat secara umum telah mengalami degradasi moral.
Menurunnya moral manusia disebabkan karena kurangnya pemahaman terhadap agama. Agama hanya dijadikan sebagai identitas, bukan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan untuk menjadi lebih baik. Jadi, dengan melihat berbagai kejadian dan permasalahan yang muncul, pendidikan keagamaan hendaknya dapat ditingkatkan, bukan hanya sebagai ilmu pengetahuan tetapi juga sebagai landasan dalam menjalani kehidupan di lingkungan masyarakat.
Pendidikan agama Buddha merupakan usaha sadar yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka membangun kemampuan peserta didik agar dapat memahami Buddha Dhamma yang diperoleh dari pedidikan Agama Buddha di sekolah dapat diterapakan dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari sehingga memberikan manfaaat bagi diri sendiri, dan lingkungannya.
Berdasarkan definisi Pendidikan Agama Buddha, orang yang terlibat dalam proses pembelajaran pendidikan agama Buddha merupakan orang yang memiliki keyakinan (Saddha) dan motivasi untuk mengembangkan dan mengamalkan Buddha Dhamma dalam kehidupan sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas masyarakat.
Karakteristik Pendidikan Agama Buddha adalah penguasaan pengetahuan secara komprehensif (Pariyatti) yang akan diamalkan melalui hasil yang dipelajari menjadi pedoman dalam berperilaku sehari-hari (Patipatti) dan akhirnya pencapaian kebenaran dhamma (Pativedha).
Berdasar pada karakteristik Pendidikan Agama Buddha yang harus dipelajari dengan benar sehingga menimbukkan pedoman yang benar dan menghasilkan aplikasi perbuatan benar maka pendidikan Agama Buddha memiliki fungsi untuk membantu  pebelajar dalam menerima transformasi nilai-nilai dharma sesuai Tri Pitaka, membantu pebelajar dalam menghayati, mengamalkan dan mempraktikkan dhamma dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuannya, dan dapat menjadikan pebelajar yang mampu bertanggujawab terhadap segala tindakan melalui pikiran (mano), ucapan (vaci) dan badan jasmani (kaya) yang dilakukan sesuai dengan prinsip Dharma.
Mengacu pada fungsi Pendidikan Agama Buddha maka pendididkan agama Buddha bertujuan untuk meningkatkan keyakinan (saddha), meningkatkan pelaksanaan moral (sila), sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang mampu memahami, menghayati dan mengamalkan Buddha Dhamma.
Berlandaskan pada tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan agama Buddha serta berdasarkan permasalahan yang ada dalam proses pembelajaran Agama Buddha yang dikarenakan minimnya bahan ajar berkualitas yang sesuai dengan perkembangan teknologi pendidikan sehingga menghambat perkembangan pebelajar kususnya anak Sekolah Dasar. Dimana pada masa ini seorang anak akan lebih mengingat apa yang dipelajari dan dilihatnya yang dapat menguatkan keyakinan berdasarkan apa yang telah mereka pelajari serta kesukaannya terhadap hal tersebut.
Sebagai seorang pendidik yang mengalami langsung dilapangan dan melakukan pengamatan di beberapa sekolah, melihat realitas dilapangan memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran agama Buddha masih cenderung berpusat pada guru (teacher centered, textbook centered, monomedia, monoton, terlalu banyak ceramah dan kurang variatif sehingga anak merasa jenuh terhadap pelajaran yang diberikan.
Berkaitan dengan hal tersebut dalam buku terjemahan Psikologi Perkembangan pengentar dalam berbagai bagiannya, peaget menyatakan bahwa siswa SD (usia 7-11 tahun) berada dalam kategori operasional konkrit. Pada periode ini anak mampu untuk melakukan aktivitas logis tertentu (= operasi) tetapi hanya dalam situasi yang konkrit dengan menggunakan bahan atau alat bantu yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak dihadapkan dengan suatu masalah (misalnya masalah klasifikasi) secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan yang konkrit, maka ia belum mampu menyelesaikan masalah ini dengan baik (Dekker & Van de Vegt-Nijmegen, 1982 edisi revisi 2006:222).Dengan demikian, untuk membantu peserta didik dalam proses pembelajaran yang lebih mudah dipahami penulis mengembangkan bahan ajar Agama Buddha yang berjudul “Pengembangan Bahan Ajar Agama Buddha Kelas V SD Sariputra Kota Jambi Berbasis Multimedia Pembelajaran Interaktif”.
B.     Identifikasi Masalah
Adapun identifikasi masalah pada pengembangan Bahan Ajar Agama Buddha ini adalah:
1. Kurangnya sumber bahan pelajaran Agama Buddha kelas V
2. Keterbatasan media penunjang dalam proses pembelajaran
3. Buku penunjang yang tidak memadai dan tidak sesuai dengan silabus
4. Tidak tersedianya jumlah buku yang berkualitas dengan jumlah siswa yang begitu banyak sehingga menghambat proses pembelajaran
5. Siswa kurang bisa mengaplikasikan pendidikan Agama Buddha dalam kehidupan sehari-hari
6. Sulitnya siswa memahami materi pendidikan Agama Buddha yang disebabkan karena minimnya sumber belajar
7. Menurunnya moral peserta didik karena tidak memahami Agama Buddha
8. Sistem pengajaran yang masih monoton (hanya menggunakan metode ceramah)
C.    Rumusan Masalah
Masalah yang dikaji dalam penelitian pengembangan bahan ajar dirumuskan sebagai berikut:
1.    Bahan ajar Pendidikan Agama Buddha yang digunakan dalam proses pembelajaran belum dapat dijadikan pedoman yang baku.
2.    Bagaimana Kualitas Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan Agama Buddha Pada SD Sariputra Kota Jambi dalam pembelajaran berbasis Multimedia pembelajaran?
3.    Bagaimana persepsi guru SD Sariputra Kota Jambi terhadap pemanfaatan Multimedia dalam proses pembelajaran?
4.    Bagaimana mengetahui tingkat kesukaran bahan ajar Agama Buddha bagi peserta didik dalam memahami pesan pembelajaran pendidikan Agama Buddha kelas V semester 1 SD Sariputra Kota Jambi.
5.    Perlunya mengembangkan bahan ajar Pendidikan Agama Buddha yang disesuaikan dengan karakteristik pelajaran dan pebelajar, untuk pendidikan Agama Buddha kelas V semester 1 SD Sariputra Kota Jambi.
6.    Bahan ajar Pendidikan Agama Buddha yang berisi pesan bersifat abstrak, dan hafalan perlu dikembangkan dengan basis multimedia pembelajaran interaktif (multimedia interactive learning) agar proses dan hasil pembelajaran lebih bermakna dan berlangsung sesuai dengan kebutuhan serta karakteristik pebelajar.
D.    Fokus Pengembangan
Dalam penelitian ini berfokus pada pengembangan desain pembelajaran untuk bahan ajar Agama Buddha tingkat Sekolah Dasar kelas lima semester satu. Bagaimana pebelajar dapat memahami pelajaran Agama Buddha dengan baik. Serta pebelajar lebih mudah memahami materi kemudian mempraktekkan pelajaran yang telah diajarkan oleh. Dengan berfokus pada desain yang dibuat, diharapkan pebelajar dapat belajar dengan semangat. Untuk mendapatkan data yang lengkap, akurat, dan mendalam serta dapat memberi jawaban atas permasalahan yang ada, maka dilakukan pengembangan bahan ajar yang berbasis multimedia pembelajaran interaktif (multimedia interactive learning).
E.     Batasan Pengembangan
Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
1. Melakukan perencanaan membuat desain pembelajaran dengan mengembangkan bahan ajar berbasis multimedia pembelajaran interaktif kelas V semester 1 di SD Sariputra Kota Jambi.
2. Meneliti dan mengembangkan bahan ajar dalam bentuk cetak disertai  multimedia pembelajaran interaktif.
F.     Tujuan Pengembangan
1. Untuk mengetahui sejauh mana kualitas bahan ajar yang digunakan dalam pendidikan agama Buddha kelas V semester 1 SD Sariputra.
2. Untuk mengetahui tingkat kesukaran bahan ajar Agama Buddha bagi peserta didik dalam memahami pesan pembelajaran pendidikan Agama Buddha kelas V semester 1 SD Sariputra Kota Jambi.
3. Untuk mengembangkan bahan ajar  yang disesuaikan dengan karakteristik pebelajar, dikarenakan keterbatasan bahan ajar yang ada pada materi pelajaran Agama Buddha terutama bentuk desain bahan ajar yang telah digunakan dan membuat bahan ajar baru yang lebih sesuai dan tepat untuk pendidikan Agama Buddha kelas V semester 1 SD Sariputra Kota jambi.
G.    Speifikasi Produk Pengembangan
Produk yang dihasilkan dalam pengembangan bahan ajar ini berupa media cetak (modul) yang dikembangkan dengan basis Multimedia Pembelajaran Interaktif (multimedia interactive learning)
H.    Manfaat Pengembangan
Dari penelitian ini semoga dapat memberi manfaat diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Bagi SD Sariputra diharapkan penelitian ini dapat membantu proses pembelajaran kususnya pendidikan agama Buddha agar lebih baik dan lebih bermutu, baik secara proses pembelajarannya maupun hasil dari pembelajaran tersebut.
2.    Bagi perancang maupun pihak-pihak yang terkait dengan adanya penelitian ini akan memberikan pemahaman dalam proses pembelajaran untuk menjadi lebih baik lagi dengan adanya bahan ajar yang memadai.
3.    Bagi perkembangan ilmu teoritik hasil dari penelitian ini dapat dijadikan sebuah pemahaman yang lebih luas tentang pemanfaatan media pembelajaran yang semakin baik.
4.    Bahan ajar Pendidikan Agama Buddha yang berbasis multimedia penting diwujudkan untuk membantu siswa dalam memahami materi ajar yang ada.
Penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan Bahan Ajar Agama Buddha dan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di SD Sariputra Kota Jambi.
I.       Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan
1.    Asumsi
·      Bahan ajar yang dikembangkan dengan basis multimedia dan didesain sesuai karakteristik siswa dan kebutuhan konteks pembelajaran Agama Buddha
·      Guru kurang mengoptimalkan maupun memberdayakan sumber belajar. Karena dalam proses pembelajaran PAB cenderung masih berpusat pada guru (teacher centered), textbook, monomedia.
·      Siswa mampu mengonstruksi pengetahuan dan memberi makna melalui pemahaman konkrit
·      Produk dapat dijadikan alat/bahan untuk memberdayakan siswa dan menyederhanakan konsep-konsep Agama Buddha yg bersifat abstrak
  1. Keterbatasan Pengembangan
·         Pengembangan bahan ajar Pendidikan Agama Buddha berupa modul yang berbasis multimedia pembelajaran interaktif pada SD kelas V semester I

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Penelitian yang Relevan
1.    Tesis oleh Ismatul Maula (2010) yang berjudul ”Pengembangan Bahan Ajar Bahasa Arab Berbasis Paikem untuk Sekolah Dasar Kelas 1”. Program Pascasarjana Universitas Jambi Tahun 2010.
Pengembangan bahan ajar dilakukan karena kurangnya kemempuan siswa dalam pembelajaran bahasa Arab tersebut disebabkan oleh kurangnya buku penunjang dalam kegiatan pembelajaran, kurangnya efektivitas siswa dalam pembelajaran. Untuk mengatasi maka diperlukan bahan ajar yang mampu mengembangkan motivasi siswa dalam pembelajaran bahasa Arab dengan dikembangkan bahan ajar berbasis Paikem. Hasil uji coba dinyataka efektif dan meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran.
2.    Tesis oleh Kuntari (2010) ”Pengembangan Multimedia Interaktif Berbasis Web untuk Penunjang Pembelajaran Agama Buddha di SMKN 2 Jambi”. Program Pascasarjana Universitas Jambi tahun 2010.
Pengembangan dilakukan karena kurangnya juklak guru dengan kualitas yang sesuai, tidak tersedianya buku pelajaran yang berkualitas dan jumlah siswa yang beragama Buddha dalam tiap kelas hanya sedikit sehingga pembelajaran Agama Buddha dilakukan di luar pelajaran.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengguanaan media web dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Media web dapat digunakan secara mandiri oleh siswa diluar jam sekolah maupun secara berkelompok dalam kelas.
3.    Penelitian lain yang relevan dengan penilitian ini salah satunya adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Sembiring (2010) “pengembangan bahan ajar teknisi pada pendidikan Non-Formal”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa bahan ajar yang dibuat sangat menarik dan bermanfaat digunakan bagi peserta didik dan instruktur program teknisi akuntansi pada pendidikan Non-Formal.
B.     Multimedia Pembelajaran
1.    Pengertian Multimedia Pembelajaran
Istilah multimedia muncul pertama kali di awal 1990 melalui media masa. Istilah ini dipakai untuk menyatukan teknologi digital dan analog dibidang entertainment, publishing, communications, marketing advertising, dan juga commercial. Multimedia merupakan penggabungan dua kata “multi” dan “media”. Multi berarti “banyak” sedangkan media atau bentuk jamaknya berarti medium (dalam Asyhar 2011). Multimedia adalah gabungan dari beberapa unsur yaitu teks, grafik, suara, video dan animasi yang menghasilkan presentasi yang menakjubkan. Multimedia juga mempunyai komunikasi interaktif yang tinggi. Bagi pengguna komputer multimedia dapat diartikan sebagai informasi komputer yang dapat disajikan melalui audio atau video, teks, grafik dan animasi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai: 1) berbagai jenis sarana: usaha pembangunan untuk – dunia komunikasi, pendidikan, dsb mendapat prioritas utama; 2) penyediaan informasi pada computer yang menggunakan suara, grafika, animasi, dan teks.
Saat ini, banyak definisi tentang multimedia. Menurut Najjar (1996:75 dalam Asyhar, 2011) mendefinisikan multimedia sebagai berikut: “Multimedia is the us of text, graphics, animations, pictures, video, and sound to present information. Since these media can now be integrated using a computer, there has been avirtual explosion of computer based multimedia instructional applications”. Sementara menurut Reddi dan Mishra (2003:75 dalam Asyhar, 2011) mengemukakan sebagai berikut: “Multimedia is a judicieous mixof various mass media such as print, audio and video…”.
Konsep lain yang mendefinisikan media pembelajaran yaitu Rossi dan Breidle 1966: 3 (dalam Sanjaya: 163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televise, buku, Koran, majalah, dan sebagainya. Dimana semua media tersebut dapat membantu untuk memberikan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran tertentu.
Mengajar merupakan usaha sadar yang dilakukan guru agar siswanya belajar. Sedangkan yang dimaksud dengan belajar itu sendiri adalah proses perubahan tingkah laku melalui pengalaman. Pengalaman dapat berupa pengalaman langsung maupun pengalaman tidak langsung. Pengalaman langsung berarti guru mengajarkan siswa pada situasi yang nyata. Contoh, agar siswa mengetahui bentuk candi bodobudur, seorang guru harus mengajak siswanya untuk mendatangi candi Borobudur dan menjelaskan candi tersebut. Pengalaman langsung lainnya adalah mengoperasikan computer, pengalaman langsung cara membajak sawah, pengalaman langsung cara membuat mainan dari kertas dan masih banyak lagi bentuk belajar yang dapat dipraktekkan secara langsung. Namun demikian, tidak semua materi pelajaran dapat disampaikan dengan melalui pengalaman langsung seperti, bencana banjir, gunung meletus, gempa bumi dan lain-lain. Untuk meteri-materi yang tidak dapat disampaikan dengan memberikan pengalaman langsung kepada peserta didik maka sangat dibutuhkan media untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi tersebut.
Pengalaman langsung seperti tersebut di atas merupakan proses belajar yang sangat bermanfaat, sebab dengan mengalami secara langsung kemungkinan kesalahan persepsi akan dapat dihindari. Namun demikian, pada kenyataannya tidak semua bahan pelajaran dapat disajikan secara langsung. Untuk mempelajari bagaimana kehidupan makhluk hidup di dasar laut, tidak mungkin guru membimbing siswa langsung menyelam ke dasar lautan, atau membelah dada manusia hanya untuk mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, seperti cara kerja jantung ketika memompa darah. Untuk mempelajari pengalaman belajar seperti itu, guru memerlukan alat bantu yang disebut dengan multimedia pembelajaran yang interaktif. Dengan alat bantu multimedia maka pembelajaran yang berlangsung akan lebih interakitif dan efektif.
Berdasarkan hal-hal di atas berikut ini beberapa definisi multimedia menurut beberapa ahli diantaranya adalah:
1.    Kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output. Media ini dapat berupa audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar (Turban dkk, 2002)
2.    Alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan video (Robin dan Linda, 2001)
3.    Multimedia dalam konteks komputer menurut Hofstetter (2001) adalah: pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, video, dengan menggunakan tool yang memungkinkan pemakai berinteraksi, berkreasi, dan berkomunikasi.
4.    Multimedia sebagai  perpaduan antara teks, grafik,  sound, animasi, dan video untuk menyampaikan pesan kepada publik (Wahono, 2007)
5.    Multimedia merupakan kombinasi dari data text, audio, gambar, animasi, video, dan interaksi (Zeembry, 2008)
6.    Multimedia (sebagai kata sifat) adalah media elektronik untuk menyimpan dan menampilkan data-data multimedia (Zeembry, 2008)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa multimedia merupakan perpaduan antara berbagai media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video, interaksi, yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), dan digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik (pebelajar/siswa).
Disini dapat digambarkan bahwa multimedia adalah suatu kombinasi data atau media untuk menyampaikan suatu informasi sehingga informasi itu tersaji dengan lebih menarik. “Multimedia adalah kombinasi dari komputer dan video (Rosch, 1996) atau Multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (McCormick 1996) atau Multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media dapat audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar (Turban dkk, 2002) atau Multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan gambar video (Robin dan Linda, 2001).
Multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link yang memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi. Dalam definisi ini terkandung empat komponen penting multimedia. Pertama, harus ada komputer yang mengkoordinasikan apa yang dilihat dan didengar. Kedua, harus ada link yang menghubungkan pemakai dengan informasi. Ketiga, harus ada alat navigasi yang membantu pemakai menjelajah jaringan informasi yang saling terhubung. Keempat, multimedia menyediakan tempat kepada pemakai untuk mengumpulkan, memproses, dan mengkomunikasikan informasi dengan ide. Jika salah satu komponen tidak ada, bukan multimedia dalam arti luas namanya. Misalnya, jika tidak ada komputer untuk berinteraksi, maka itu namanya media campuran, bukan multimedia. Kalau tidak ada alat navigasi yang memungkinkan untuk memilih jalannya suatu tindakan maka itu namanya film, bukan multimedia. Demikian juga kita  mempunyai ruang untuk berkreasi dan menyumbangkan ide sendiri, maka namanya televisi, bukan multimedia. Dari beberapa definisi di atas, maka multimedia ada yang online (Internet) dan multimedia ada yang offline (tradisional).” Untuk mempermudah proses pembelajaran yang lebih baik maka multimedia dibuat secara online.http://janiansyah.wordpress.com/2011/06/15/pengertian-multimedia/
Spesifikasi media dalam kaitannya dengan pengembangan bahan ajar menurut William W. Lee (2004) menjelaskan bahwa: “the next undertaking, media specifications, describes standars and design for multimedia elements such as: 1) theme and interface design and functionality; 2) writing style and grammar guidelines; 3) feedback and interaction standards; 4) video and audio treatments; 5) text design and standards; 6) graphic design and standards; 7) animation and special effects.
Berdasarkan spesifikasi dari media pembelajaran yang memiliki beberapa fitur dalam penampilannya dan sangat beragam untuk mempermudah proses pembelajaran serta mendapatkan pengalaman belajar, Thomas dan Sutjiono (dalam Asyhar, 2011) mengklasifikasikan media pembelajaran menjadi tiga kelompok yakni pengalaman langsung, pengalaman tiruan, dan pengalaman verbal (dari kata-kata)
1)   Pengalaman melalui informasi verbal, yaitu berupa kata-kata lisan yang diucapkan oleh pebelajar, termasuk rekaman kata-kata dari media perekam dan kata-kata yang ditulis maupun dicetak seperti bahan catak, radio, dan sejenisnya.
2)   Pengalaman melalui media nyata, yaitu berupa pengalaman langsung dalam suatu peristiwa (first hand experience) maupun mengamati objek sebenarnya di lokasi. Media yang termasuk kelompok ini adalah alam semesta, riel proses/activities seperti sentra produksi, hutan, pasar, dan sejenisnya.
3)   Pengalaman melalui media tiruan adalah berupa tiruan atau model dari suatu objek, proses atau benda. Tiruan tersebut bisa berwujud model, prototype, simulasi proses, tiruan dari situasi melalui dramatisasi atau sandiwara, dan berbagai rekaman atau objek kejadian.
Berdasarkan dari tiga klasifikasi tersebut, pengalaman belajar dengan media nyata adalah paling tepat dan bijaksana digunakan guru, meskipun implementasinya dalam pembelajaran memerlukan perencanaan matang. Dengan demikian, pentinglah digunakan sebuah alat bantu dalam proses pembelajaran untuk mempermudah pemahaman peserta didik khususnya dalam pempelajari pendidikan agama Buddha. Dengan begitu pembelajaran agama Buddha dapat lebih bermakna serta terkonstruksi.
2.    Peranan dan Kegunaan Multimedia dalam Pembelajaran
Peranan multimedia dalam proses pembelajaran dapat ditempatkan sebagai:
1.    Alat untuk memperjelas bahan pembelajaran pada saat guru menyampaikan pelajaran
2.    Alat untuk menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh pebelajar dalam proses pembelajarannya
3.    Sumber belajar bagi pebelajar, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang dapat dipelajari peserta didik secara individu maupun kelompok.
Secara umum menurut Sadiman dkk (1986) media pendidikan mempunyai kegunaan-kegunaan sebagai berikut:
1.    Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).
2.    Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indera, seperti misalnya:
a.    Objek yang terlalu besar-bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model
b.    Objek yang kecil – dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, aatau gambar
c.    Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high-speed photography;
d.   Kejadian yang terjadi dimasa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal;
e.    Objek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain, dan
f.     Konsep yang terlalu luas 9gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualkan dalam bentuk film, film bingkai, gambar dan lain-lain.
3.    Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:
a.    Menimbulkan kegairahan belajar;
b.    Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyyataan;
c.    Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.
4.    Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bilamana semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuannya dalam:
a.    Memberikan perangsang yang sama.
b.    Mempersamakan pengalaman
c.    Menimbulkan persepsi yang sama.
Walaupun demikian media hanyalah sebagai alat dan sumber belajar yang tidak dapat menggantikan guru sepenuhnya. Dalam aartina bahwa media tanpa guru tidak akan mendapatkan hasil yang maksimal dari proses belajar tersebut. Pendidik (guru) masih memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran walaupun secara teori pelajaran sudah terangkum dalam bahan ajar yang dibutuhkan oleh sipebelajar (siswa).
Menurut Miarso (2007:458) selain berperan sebagai alat dan sumber belajar si pebelajar, media juga memiliki kegunaan lain dalam proses pembelajaran. Berbagai kajian teoritik dan empirik menunjukkan kegunaan media dalam pembelajaran sebagai berikut:
1.   Media mampu memberikan rangsangan bervariasi kepada otak kita, sehingga otak kita dapat berfungsi secara optimal.
2.   Media dapat mengatasi keterbatasan pengalaman yang dimiliki oleh para mahasiswa (pebelajar). Pengalaman tersebut dapat berbeda-beda.
3.   Media dapat melampaui batas ruang kelas
4.   Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara mahasiswa dan lingkungannya.
5.   Media menghasilkan keseragaman pengamatan. Persepsi yang dimiliki si A berbeda dengan si B bila si A hanya pernah mendengar sedang si B pernah melihat sendiri bahkan pernah memegang, meraba, dan merasakannya.
6.   Media membangkitkan keinginan dan minat baru.
7.   Media membangkitkan motivasi dan merangsang untuk belajar.
8.   Media memberikan pengalaman yang integral/menyeluruh dari sesuatu yang konkret maupun abstrak.
9.   Media memberikan kesempatan pada pebelajar untuk belajar mandiri, pada tempat dan waktu serta kecepatan yang ditntukan sendiri.
10.   Media meningkatkan keterbacaan baru (new literacy), yaitu kemampuan untuk membedakan dan menafsirkan objek, tindakan , dan lambang yang tampak, baik yang alami maupun yang buatan manusia, yang tedapat dalam lingkungan.
11.   Media mampu meningkatkan efek sosialisasi, yaitu dengan meningkatkan kesadaran akan dunia sekitar.
12.   Media dapat meningkatkan kemampuan ekspresi diri pebelajar maupun pembelajar.
Berdasarkan pengertian, peranan, dan kegunaan media sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran, media pembelajaran juga penting karena tuntutan paradigma baru yang berkembang sekarang ini, artinya seiring dengan perkembangan jaman dan penerapan kurikulum berbasis kompetensi di tanah air serta pergeseran paradigma pembelajaran dari behavioristik ke konstruktivistik. Menurut Kuhn ( dalam Asyhar, 2011:15), konstruktivisme merupakan paradigma alternative yang muncul sebagai dampak evolusi ilmiah yang terjadi dalam dasawarsa terakhir. Saat ini, konstruktivisme menjadi landasan dalam dunia pendidikan hampir disemua Negara di dunia, termasuk Indonesia.
Dari hal tersebut, pembelajaran kontruktivisme menuntut siswa agar mampu mengembangkan pengetahuan sendiri, belajar mandiri, sedangkan guru hanya sebagai mediator atau penyambung dalam proses pembelajaran. Dengan pemahaman tetang pembelajaran konstruktivistik maka diharapkan peserta didik memiliki pemahaman yang kritis dari sebuah konsep yang diajarkan, serta dapat mencari kejelasan sendiri dari konsep-konsep tersebut. Dengan adanya perubahan paradigma baru tentang pengajaran dan pembelajaran dari behavioristik menjadi konstruktivistik, dari pengajaran (teaching) yang berpusat pada guru (teacher-centered learning) ke pembelajaran (learning) berpusat pada siswa (student-centred learning). Memahami akan hal tersebut, maka tepat digunakan multimedia yang interaktif dalam proses pembelajaran untuk mengonstruksi pemahaman siswa kea rah yang lebiih baik dan tidak verbalistik. Hal ini telah diramalkan oleh barr dan “Tagg 1995 (dalam Asyhar, 2011) melalui sebuah artikel ilmiahnya berjudul “From Teaching to Learning, A New Paradigm in Undergraduate Education”.
3.    Kriteria Pemilihan Media
Menurut Profesor ely (dalam Sadiman dkk, 1986) melalui kuliahnya di fakultas Pascasarjana IKIP Malang 1982 mengatakan bahwa pemilihan media hendaknyya tidak terlepas dari konteksnya bahwa media merupakan komponen dari system instruksional secara keseluruha. Karena itu , meskipun tujuan dan isinya sudah diketahui, factor-faktor lain seperti karawkteristik siswa, strategi belajar mengajar, organisasi kelompok belajar, alokasi waktu dan sumber, serta prosedur penilaiannya juga perlu dipertimbangkan.
C.    Teori-teori yang melandasi pengembangan bahan ajar
Pengembangan bahan ajar pada dasarnya adalah membuat sebuah alat yang dapat membantu sistem pembelajaran yang lebih dinamis. Sehingga dalam proses pembelajaran pebelajar akan lebih mudah dalam mengkarakteristikkan pelajaran yang sedang dan telah dipelajari. Dengan adanya bahan ajar yang berkualitas diharapkan pebelajar dapat memiliki pemahaman yang konstruk terhadap proses pembelajaran. Adapun teori yang menjadi landasan dalam pengembangan bahan ajar seperti yang dikemukakan oleh Cruickshank (2005:73 dalam hanafi, 2007) menyatakan beberapa hal penting yang menjadi karakteristik dari pembelajaran konstruktivistik yang dapat diintegrasikan dalam pengembangan bahan ajar khususnya yang digunakan pada pendidikan di sekolah dasar yaitu: (1) prepare student for learning; (2) present onformation logically and clearly; (3) connect information to that learner already know; (4) vary the way information of presented; (5) get learners to review or rehearse information; (6) have students proses-think about and use-new information; (7) provide students with assistant when needed; (8) halp students summarize what is learned; and (9) help students apply what is learned.
(1) mempersiapkan siswa untuk belajar; (2) onformation hadir secara logis dan jelas; (3) menghubungkan informasi ke pembelajar sudah tahu; (4) bervariasi informasi cara disajikan; (5) mendapatkan peserta didik untuk meninjau atau berlatih informasi; (6) memiliki proses-siswa berpikir tentang dan menggunakan-informasi baru; (7) memberikan para siswa dengan asisten bila diperlukan; (8) siswa halp meringkas apa yang dipelajari, dan (9) membantu siswa menerapkan apa yang dipelajari.
Kegiatan belajar pada hakikatnya adalah proses mengkonstruksi pengetahuan sesuai dengan latar belakang yang dimiliki oleh si pebelajar tersebut. Pendekatan pembelajaran konstruktivistik yang diaplikasikan dalam bentuk bahan ajar akan membantu untuk mempermudah peserta didik dalam memahami materi pelajaran yang dipelajari.
Pada jurnal Tekno-Pedagogi Jurnal Teknologi Pendidikan dengan penelitian yang berjudul “Pengembangan Media Audio Visual dalam Pembelajaran Menulis Kreatif Puisi” Menurut Suntari (2002:85, dalam Sofyan dkk 2011) menyatakan bahwa, proses kreatif akan berkembang jika empat unsur terkait terlatih secara optimal, yaitu: 1) potensi, pengetahuan dan pengalaman pribadi; 2) dorongan internal dan eksternal sesuai dengan kebutuhan pebelajar; 3) proses pembelajaran yang ditunjang oleh iklim belajar, keterlibatan pebelajar secara penuh, dan kebermaknaan belajar; dan 4) produk yang bernilai atau berharga bagi pebelajar dan orang lain.
Teori pembelajaran merupakan dasar atau pedoman yang akan memberikan pemahaman sifat dan keterkaiatan aspek dalam belajar dan pembelajaran. Winfred (2010:28) menjelaskan beberapa fungsi teori pembelajaran yaitu (1) pendekatan tahadap pengetahuan; cara menganalisa, membicarakan, dan meneliti pembelajaran, (2) berupaya untuk meringkas sekumpulan besar pengetahuan mengenai hokum-hukum pembelajaran ke dalam ruang yang cukup kecil, (3) secara kreatif berupaya menjelaskan pembelajaran dan mengapa pembelajaran berlangsung seperti adanya. Pada intinya teori pembelajaran berusaha menghasilkan pemahaman pokok sebagai salah satu tujuan ilmu pengetahuan.
D.    Pendidikan Agama Buddha Kelas V Sekolah Dasar Sariputra
1.    Pengertian Pendidikan Agama Buddha
Pendidikan Agama Buddha adalah usaha sadar yang dilakukan secara terencana dan kontinyu dalam rangka mengembangkan kemampuan peserta didik agar dengan pemahaman terhadap Buddha Dharma yang diperoleh dari Pendidikan Agama Buddha di sekolah dapat diterapkan dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari, sehingga memberikan manfaat bagi dirinya sendiri, sesama dan lingkungannya. Dengan demikian tiap orang yang terlibat dalam proses pembelajaran PendidikanAgama Buddha memiliki keyakinan (Saddha) dan motivasi untuk mengamalkan Buddha Dharma dalam kehidupan sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari komunitas masyarakat.
Wilayah kajian Pendidikan Agama Buddha salah-satunya menitikberatkan kepada segi moral (sila). Sebagaimana diketahui bahwa kajian moral mencakup kajian atas duniawi dan keyakinan (saddha). Sedangkan kajian moral itu sendiri melampaui batas ilmu (batas dunia empiris manusia). Pendidikan Agama Buddha yang diberikan di semua sekolah termasuk pada Sekolah Dasar mengacu kepada Ajaran Sakyamuni Buddha (Buddha Gautama) yang terdapat dalam Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka.
Demikian secara singkat Pendidikan Agama Buddha di Sekolah Dasar memiliki karakteristik pokok yaitu penguasaan pengetahuan secara komprehensif (Pariyatti), mengamalkan hasil yang dipelajari menjadi pedoman dalam berperilaku sehari-hari (Pariyatti), dan pada akhirnya pencapaian kebenaran Dharma (Pativedha). Oleh karena itu, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Buddha di Sekolah Dasar tidaklah hanya berorientasi pada pelaksanaan formal belaka, tetapi lebih menekankan pada implementasi nilai-nilai keagamaan Buddha (Buddha Dharma) dalam berperilaku sehari-hari.
2.      Fungsi Pendidikan Agama Buddha
Fungsi Pendidikan Agama Buddha tingkat Sekolah Dasar adalah sebagai berikut:
a.         Membantu anak didik dalam menerima transformasi informasi nilai-nilai Dharma sesuai Tripitaka.
b.         Membantu anak didik dalam menghayati, mengamalkan, dan mempraktikkan Dharma dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan tingkat kemampuannya.
c.         Menjadikan anak didik mampu bertanggung jawab terhadap segala tindakan melalui pikiran, ucapan, dan jasmani yang dilakukan sesuai dengan prinsip Dharma.
3.      Tujuan Pendidikan Agama Buddha
Tujuan Pendidikan Agama Buddha pada siswa Sekolah Dasar yaitu:
a.         Meningkatnya keyakinan (Saddha) dan ketakwaan (Bhakti) kepada Tuhan Yang Maha Esa, iratana, para Bodhisattva dan Mahasattva.
b.         Meningkatnya pelaksanaan Moral (Sila), Meditasi (Samadhi), dan Kebijaksanaan (Panna) sesuai dengan Buddha Dharma (Agama Buddha).
c.         Menghasilkan manusia Indonesia yang mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan/menerapkan Dharma sesuai dengan Ajaran Buddha yang terkandung dalam Kitab Suci Tipitaka/Tripitaka sehingga menjadi manusia yang bertanggung jawab (sesuai dengan prinsip Dharma) dalam kehidupan sehari-hari.
d.        Memahami dan meneladan sifat-sifat Buddha Gotama melalui riwayat hidup-Nya.
4.      Ruang lingkup Pendidikan Agama Buddha
Melalui penyajian Kurikulum PAB diharapkan siswa mampu mengalami sutau proses transformasi nilai-nilai kehidupan berdasarkan Buddha Dharma yang dipelajari melalui Pendidikan Agama Buddha. Hal itu tercermin pada Kompetensi Dasar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi. Ruang lingkup Pendidikan Agama Buddha pada tingkat Sekolah Dasar adalah:
a.         Melalui pengajaran yang didasarkan kepada Kurikulum Pendidikan Agama Buddha, anak didik tingkat ekolah Dasar diharapkan menyelami proses transformasi informasi nilai-nilai kehidupan berdasarkan Buddha Dharma sesuai dengan tingkat kemampuan yang dipelajari pada tiap tingkat kelasnya.
b.         Fokus Kurikulum Pendidikan Agama Buddha adalah menyoroti kehidupan manusia sebagai pusat kehidupannya dan Tiratana (Buddha, Dharma, dan Sangha) sebagai teladan dan pelindung serta menjadikan Tipitaka/Tripitaka sebagai sumber ajaran Buddha sekaligus sebagai pedoman hidup.
c.         Berdasarkan hasil yang akan dicapai pada tingkat Sekolah Dasar diharapkan dapat membimbing siswa untuk memahami nilai-nilai keagamaan sesuai Buddha Dharma dan sekaligus dapat mengekspresikan Dharma dalam perilaku kehidupan sehari-hari sehingga siswa dapat belajar memahami, menganalisis, dan mempraktikkannya.
d.        Pada jenjang Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas diperkenalkan komponen-komponen: (1) Sejarah, (2) keyakinan (Saddha), (3) perilaku/moral (Sila), (4) Kitab Suci Agama Buddha (Tipitaka/Tripitaka), (5) Samadhi meditasi (Samadhi), dan (6) kebijaksanaan (Panna). Keenam aspek tersebut dalam penjabarannya disesuaikan dengan kemampuan dasar yang diharapkan pada setiap jenjang pendidikan.
e.         Seluruh rangkaian Kurikulum Pendidikan Agama Buddha dari tingkat Sekolah Dasar sampai dengan Sekolah Menengah Atas adalah Pendidikan Agama Buddha yang menjadikan pedoman bagi peserta didik.


E.     Pengembangan bahan ajar
1.    Pengertian bahan ajar
Bahan ajar atau materi pembelajaran (instructional materials) secara garis besar terdiri dari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dipelajari siswa dalam rangka mencapai standar kompetensi yang telah ditentukan. Secara terperinci, jenis-jenis materi pembelajaran terdiri dari pengetahuan (fakta, konsep, prinsip, prosedur), keterampilan, dan sikap atau nilai. http://mgmpips.wordpress.com/2007/03/02/pengertian-bahan-ajar-materi-pembelajaran/(24-05-2011)
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru/instruktor dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis. Bahan ajar atau teaching-material, terdiri atas dua kata yaitu teaching atau mengajar dan material atau bahan.
Menurut University of Wollongong NSW 2522, AUSTRALIA pada website-nya, WebPage last updated: August 1998, Teaching is defined as the process of creating and sustaining an effective environment for learning. Mengajar diartikan sebagai proses menciptakan dan mempertahankan suatu lingkungan belajar yang efektif. Paul S. Ache lebih lanjut mengemukakan tentang material yaitu: “Books can be used as reference material, or they can be used as paper weights, but they cannot teach”. Buku dapat digunakan sebagai bahan rujukan, atau dapat digunakan sebagai bahan tertulis yang berbobot, tetapi buku tidak dapat mengajar.
2.    Prinsip-prinsip pengembangan bahan ajar
Ada tiga prinsip yang diperlukan dalam penyusunan bahan ajar. Ketiga prinsip tersebut  adalah relevansi, konsitensi, dan kecukupan. Relevansi artinya keterkaitan atau berhubungan erat. Konsistensi maksudnya ketaatan atau keajegan-tetap. Kecukupan maksudnya secara kuantitatif materi tersebut memadai untuk dipelajari.
3.    Kriteria bahan ajar multimedia
Setiap format bahan ajar multimedia memiliki karakteristik tertentu dan criteria bahan pembelajaran multimedia yang baik ditentukan oleh karakteristiknya. Menurut Asyhar (173:2011) secara umum dapat digambarkan beberapa kriteria bahan ajar multimedia yang baik sebagai berikut:
a.    Tampilan harus menarik baik dari sisi bentuk gambar maupun kombinasi warna yang digunakan
b.    Narasi atau bahasa harus jelas dan mudah dipahami oleh peserta didik.  Penggunaan istilah perlu disesuaikan dengan pengguna media agar pembelajaran bisa efektif.
c.    Materi disajikan secara interaktif artinya memungkinkan partisipasi dari para peserta didik
d.   Kebutuhan untuk mengakomodasi berbagai model (styles) yang berbeda dalam belajar
e.    Karakteristik dan budaya personal  dari populasi yang akan dijadikan target
f.     Sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik materi, dan tujuan yang ingin dicapai
g.    Dimungkinkan untuk digunakan sebagai salah satu media pembelajaran, dalam arti sesuai dengan sarana pendukung tersedia
h.    Memungkinkan ditampilkan suatu virtual learning envirounment (lingkungan belajar virtual) seperti web-based application yang menunjang
i.      Proses pembelajaran adalah suatu kontinuitas utuh, bukan sporadic dan kejadian terpisah-pisah (disconnected events).
F.     Karakteristik siswa/siswi kelas V SD
Piaget (dalam Santrock, 2007:246) mengatakan bahwa terdapat empat tahap perkembangan kognitif pada peserta didik yaitu:
1.    Sensori motor (0-2 tahun), yang ditandai dengan perolehan pengetahuan tentang dunia dari tindakan-tindakan fisik yang mereka lakukan, dan mulai menkoordinasikan pengalaman sensorik dengan tindakan fisik. Mereka berkembang dengan tindakan refleksif, instingtif, pada saat kelahiran sampai perkembangannya pemikiran awal pada akhir tahapan ini.
2.    Pra operasianal (2-7 tahun), peserta didik mulai mengguanakan gambaran mnetal untuk memahami dunianya. Pemikiran simbolik direfleksikan dalam penggunaan kata dan gambar yang digunakan dalam penggunaan mental. Egonsentrisme dan sentralisasi pada peserta didik tahap ini.
3.    Operasional Konkrit (7-11 tahun), peserta didik mampu berpikir logis mengenai kejadian konkret, memahami konsep percakapan, mengorganisasi objek menjadi kelas-kelas klasifikasi dan menempatkan objek dalam urutan yang teratur.
4.    Operasional Formal (11 tahun sampai Dewasa), peserta didik berpikir secara abstrak, idealis, dan logis (hipotesis deduktif).
Tugas perkembangan peserta didik pada masa sekolah dari kelas 1 sekolah dasar sampai dengan kelas 6 adalah mulai belajar tentang keterampilan fisik, sikap sehat, bergaul, eksistensi diri, membaca, menulis, berhitung, mengembangkan konsep sehari-hari, mengembangkan kata hati, memperoleh kebebasan pribadi, mengembangkan sikap positif terhadp kelompok sosisal.
Peserta didik memiliki kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor. Masing-masing dari kemampuan tersebut memiliki tingkatanya sendiri-sendiri dan tidak ada yang sama. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam sebuah proses pembelajaran peserta didik juga memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menerima materi pelajaran. Misalnya kemampuan afektif yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku manusia pada umumnya.
Pada peserta didik atau seorang pebelajar juga memiliki tiga kemampuan ini (kognitif, afektif, dan psikomotor) yang harus lebih diperhatikan dan diamati. Kali ini seorang pendidik harus lebih memperhatikan pengetahuan pada kawasan afektif. Menurut Yamin dalam bukunya tentang desain pembelajaran berbasis tingkat satuan pendidikan (2008:37) mengemukakan bahwa kawasan afektif merupakan tujuan delam sebuah pembelajaran yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati (attitude) yang menunjukkan penerimaan dan penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhana, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang kompleks yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani.
Berdasarkan tingakatan pemahaman peserta didik tingkat Sekolah Dasar kelas V, menurut Bloom (dalam Yamin, 2008:42) karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri perlakunya.
G.    Pengembangan Bahan Ajar PAB Berbasis Multimedia Pembelajaran Interaktif (multimedia interactive learning)


 
















Alur analisis pengembangan bahan ajar PAB berbasis multimedia pembelajaran interaktif (multimedia interactive learning)

Daftar Rujukan

Ana, dkk., (2009). EHIPASSIKO (Pendidikan Karakter Berdasarkan Buddha Dharma, Kecerdasan Majemuk, Psikologi Anak, serta Badan Standar Nasional Pendidikan 2006 dan Penerapan KTSP). Ehipassiko Foundation, Jakarta
Asyhar, Rayandra, (2011). Kreatif Mengembangkan Media Pembelajaran. Gaung persada Press, Jakarta
Budiningsih, Asri., (2004). Pembelajaran Moral. PT. Rineka Cipta, Jakarta
……….., (2006). Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen & Undang-undang Republik Indonesia Nomor: 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional). PERMANA, Bandung
Monks, F.J., Knoers, A.M.P., (2006). Psikologi Perkembangan (Pengentar dalam Berbagai Bagiannya). Gadjah Mada Universiti Press, Yogyakarta
Winfred F. Hill, (2009). Theories Of Learning (Teori-teori Pembelajaran, Konsepsi, Komparasii, dan Signifikansi). Penerbit Nusa Media, Bandung
Lee, William W., Diana L. Owens., (2004). Multimedia-Based Instructional Design (computer-based training, web-based training, distance broadcast training, performance-based solutions). Pfeiffer A Wiley Imprint
Rusidi, (2009). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pendidikan Umum dan Pendidikan Keagamaan). CV. Naga Jawa Berdikari, Jakarta
Reiser, Robert A., John V. ZDemsey, (2007). Trends and issues Instructional Design and Technology. PEARSON
Supartini, dkk, (2009). Pola Pembinaan Keagamaan Buddha. Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, Jakarta
Sadiman, Arif. S., dkk, (2007). Media Pendidikan (Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya). PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Sofyan, dkk., (2011). Tekno-Pedagogi (Jurnal Teknologi Pendidikan).
Smaldino, Sharon E., dkk., (2008). Instructional Technology and media For Learning. Phoenix Color Corp/Hagerstown
Tim Penyusun, (2004). Pedoman Guru Pendidikan Agama Buddha Sekolah Dasar Kelas V. departemen Agama RI, Jakarta Pusat
Tim Penyusun, (2006). Buku Pelajaran Pendidikan Agama Buddha Berdasarkan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi. Penerbit Paramita, Surabaya
Tim Redaksi, (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Penerbit PT. GramediaPustaka Utama, Jakarta
Yamin, Martinis, (2009). Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Gaung persada Press, Jakarta
Yamin, Martinis, (2008). Paradikma Pendidikan Konstruktivistik(Implementasi KTSP & UU. No. 14 Tahun 2005, tentang Guuru dan Dosen). Gaung persada Press, Jakarta
Yamin, Martinis., Sabri Sanan, Jamilah., (2010). Panduan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Gaung persada Press, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar