Jumat, 25 Oktober 2024

Makna Berdana dan Perayaan Kathina dalam Agama Buddha

Makna Berdana dan Perayaan Kathina dalam Agama Buddha

 

Namo Buddhaya,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Selamat pagi, Saudara-saudari sekalian. Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin berbagi tentang makna berdana dan perayaan Kathina dalam agama Buddha. Perayaan ini bukan hanya sekadar tradisi, tetapi juga memiliki makna mendalam dalam perjalanan spiritual umat Buddha.

Makna Berdana

Dalam ajaran Buddha, berdana atau memberikan sumbangan adalah salah satu praktik kebajikan yang sangat dianjurkan. Berdana melibatkan tindakan memberi dengan tulus tanpa mengharapkan imbalan. Berikut adalah beberapa makna penting dari berdana:

1.         Mengurangi Keterikatan: Dengan berdana, kita belajar untuk melepaskan keterikatan pada harta benda dan mengurangi sifat serakah.

2.         Melatih Keikhlasan: Berdana mengajarkan kita untuk memberi tanpa mengharapkan imbalan, melatih keikhlasan hati.

3.         Mengumpulkan Kebajikan: Praktik berdana adalah salah satu cara untuk mengumpulkan kebajikan yang diyakini akan membawa dampak positif dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang.

4.         Memperkuat Komunitas: Dengan berdana kepada Sangha, kita turut menjaga keberlangsungan komunitas spiritual yang mendukung penyebaran ajaran Buddha.

Perayaan Kathina

Perayaan Kathina adalah salah satu upacara penting dalam kalender agama Buddha. Perayaan ini biasanya dilaksanakan setelah masa Vassa (retret musim hujan) selama tiga bulan, di mana para biksu berdiam di vihara untuk mendalami ajaran Buddha. Berikut adalah elemen-elemen penting dari perayaan Kathina:

1.         Keharmonisan dan Kebersamaan: Kathina adalah saat di mana umat Buddha berkumpul untuk menunjukkan dukungan dan penghormatan kepada Sangha (komunitas biksu). Ini memperkuat hubungan antara umat awam dan Sangha.

2.         Pemberian Jubah: Salah satu kegiatan utama dalam perayaan ini adalah pemberian jubah kepada para biksu. Jubah ini bukan hanya sekadar pakaian, tetapi simbol dukungan terhadap kehidupan spiritual para biksu.

3.         Kesempatan Berbuat Baik: Kathina menyediakan kesempatan bagi umat untuk berbuat kebaikan dan mengumpulkan kebajikan (punya) dengan berdana atau memberi.

Penutup

Berdana dan perayaan Kathina adalah dua aspek penting yang saling berkaitan dalam praktik keagamaan Buddha. Keduanya mengajarkan nilai-nilai kebajikan, kebersamaan, dan pembebasan dari kemelekatan duniawi. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari makna-makna ini dan menerapkannya dalam kehidupan dan semoga kita semua dapat terus meningkatkan praktik baik ini dalam kehidupan sehari-hari.

Terima kasih atas perhatian hadirin sekalian. Semoga kita semua senantiasa diberkahi kebahagiaan dan kedamaian.

Sabbe Satta bhavantu Sukhitata

Daftar Referensi

  1. Rahula, Walpola. What the Buddha Taught. Grove Press, 1974.
  2. Thanissaro Bhikkhu. Dana: The Practice of Giving. Access to Insight, 1997.
  3. Harvey, Peter. An Introduction to Buddhism: Teachings, History and Practices. Cambridge University Press, 2013.
  4. Gethin, Rupert. The Foundations of Buddhism. Oxford University Press, 1998

Disampaikan dalam Ceramah di Vihara Sakyakirti Jambi, Minggu 27 Oktober 2024

Jumat, 18 Oktober 2024

Kesabaran dalam Menghadapi Konflik Sosial (dalam perspektif Buddhis)

Kesabaran dalam Menghadapi Konflik Sosial

(dalam perspektif Buddhis)

 

1.      Pengertian Kesabaran dalam Agama Buddha

Kesabaran (khanti/kshanti) dalam ajaran Buddha adalah salah satu dari sepuluh paramita (kesempurnaan) yang penting. Kesabaran tidak hanya berarti menahan diri terhadap situasi yang sulit atau konflik, tetapi juga mencakup sikap menerima dengan tenang segala macam ujian, kesulitan, atau penderitaan.

 

Khanti dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti:

·        Kesabaran terhadap orang lain: Menahan diri dari bereaksi negatif terhadap perilaku atau kata-kata yang mengganggu dari orang lain.

·        Kesabaran terhadap situasi: Menghadapi kesulitan atau tantangan dengan ketenangan dan keberanian.

·        Kesabaran dalam menjalani jalan spiritual: Mengembangkan ketenangan batin dalam menghadapi proses belajar dan transformasi pribadi.

Khanti atau kesabaran dalam agama Buddha bukan hanya sekadar menahan diri dari reaksi emosional negatif, tetapi juga merupakan ekspresi dari kedewasaan spiritual yang mendalam. Dengan mengembangkan khanti, berusaha untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri mereka sendiri dan alam semesta, serta untuk membawa kedamaian dan kebijaksanaan dalam interaksi mereka dengan dunia.

 

2.      Contoh konflik pada zaman kehidupan Buddha

Pada masa kehidupan Buddha, terdapat beberapa contoh konflik sosial yang terjadi di sekitar Beliau. Berikut adalah beberapa contoh konflik sosial yang terkenal, beserta cara-cara mengatasi konflik tersebut dalam konteks ajaran Buddha:

a)    Konflik antara suku Sakya dan suku Koliya

Peristiwa ini terjadi pada zaman Buddha (Buddha Sakyamuni), sebelum Beliau mencapai Pencerahan. Konflik ini terutama terkait dengan sengketa mengenai sungai Rohini di wilayah Koliya yang mempengaruhi kedua suku tersebut. Menurut catatan sejarah Buddha, yang berasal dari suku Sakya, terlibat dalam upaya mediasi untuk mengakhiri konflik antara suku Sakya dan Koliya. Konflik tersebut mencapai titik mengkhawatirkan, pertempuran hampir tak terelakkan. Dalam situasi ini, Buddha mengemukakan ajaran-ajaran perdamaian dan rekonsiliasi.

Buddha menyarankan agar kedua belah pihak mempertimbangkan kerugian dan penderitaan yang akan terjadi akibat perang, serta menekankan pentingnya untuk mencari jalan damai. Akhirnya, melalui upaya mediasi Buddha, konflik tersebut berhasil dihindari, dan perdamaian dipulihkan antara suku Sakya dan Koliya. Kisah ini menunjukkan peran Buddha tidak hanya sebagai sosok spiritual dan pencerahan, tetapi juga sebagai mediator dalam penyelesaian konflik sosial yang terjadi di masyarakat pada masanya.

 

b)    Konflik di Antara Sangha (Komunitas Bhikkhu)

Terkadang terjadi konflik internal di antara anggota Sangha, baik terkait dengan perbedaan pendapat, praktik spiritual. Contohnya adalah konflik antara beberapa bhikkhu yang kemudian diatasi dengan mengadakan dialog, mediasi, dan mempraktikkan nilai-nilai kesabaran dan toleransi.

 

c)    Konflik dengan Penganut Agama Lain atau Penentang Buddha

Selama perjalanan mengajar, Buddha sering menghadapi tantangan dari para brahmana, penganut keyakinan lain. terhadap ajaran dan praktik Buddhisme. Konflik ini sering diatasi dengan kesabaran, penjelasan yang bijaksana, dan kadang-kadang dengan menunjukkan keajaiban spiritual atau kebijaksanaan yang diperoleh melalui meditasi.

 

3.      Cara Mengatasi Konflik Sosial dalam Ajaran Buddha

a)   Menggunakan Kesabaran

Buddha mengajarkan pentingnya mengendalikan emosi dan mempertahankan ketenangan batin dalam menghadapi konflik. Kesabaran membantu untuk tidak terbawa emosi negatif seperti kemarahan atau dendam.

b)   Dialog 

Buddha sering menggunakan dialog untuk menyelesaikan konflik. Beliau mendengarkan dengan penuh perhatian, memahami perspektif lawan, dan mencari solusi yang adil dan bermanfaat bagi semua pihak.

c)   Pengajaran dan Pendidikan

Melalui ajaran dan contoh pribadi, Buddha mengedukasi orang-orang tentang nilai-nilai seperti kasih sayang, toleransi, dan saling pengertian. Hal ini membantu mengurangi konflik dengan meningkatkan pemahaman dan kesadaran akan kesamaan dan persamaan di antara kita.

d)   Pengendalian Diri dan Penerimaan

Ajaran Buddha mendorong praktik pengendalian diri dan penerimaan terhadap realitas. Dengan mengembangkan pemahaman mendalam tentang sifat sementara dan tak pasti dari semua fenomena, praktisi dapat lebih mudah menghadapi tantangan dan konflik dengan ketenangan.

 

Konflik sosial pada masa kehidupan Buddha seringkali dihadapi dengan menggunakan prinsip-prinsip kesabaran, kebijaksanaan, dan empati. Dengan menerapkan nilai-nilai ini, Buddha dan para pengikutnya berhasil mengatasi berbagai tantangan dan mempromosikan perdamaian serta kesejahteraan di masyarakat

Selasa, 15 Oktober 2024

Delapan Kondisi Duniawi (Kebijaksanaan dalam Menghadapi Masalah Pribadi)

Kebijaksanaan dalam Menghadapi Masalah Pribadi 

(Delapan Kondisi Duniawi)


Umumnya setiap manusia ingin selalu hidup senang, terkenal, dipuji serta selalu untung. Akan tetapi tidak semua harapan berjalan sesuai kenyataan. Mengapa? Hal ini disebabkan terdapat delapan kondisi yang pasti dalam kehidupan ini. Kondisi ini tentunya akan menjadi masalah pribadi bagi yang tidak mau menerima kenyataan. Di dalam Anguttara Nikaya IV, 157 disebutkan ada delapan kondisi duniawi yang mencengkeram kehidupan manusia yaitu:

1.       Untung dan Rugi (Labha dan Alabha),

2.       Terkenal dan Tidak Terkenal (Yasa dan Ayasa),

3.       Dipuji dan Dicela (Pasamsa dan Ninda),

4.       Bahagia dan Menderita (Sukha dan Dukkha).

Setelah kita memahami bahwa kita tidak bisa lepas dari delapan kondisi duniawi, maka kita harus memilih untuk hidup sesuai Dharma. Apa yang dimaksud dengan hidup sesuai Dharma? Hidup sesuai Dharma berarti hidup dengan menjalankan ajaran Buddha, yaitu Panna, Sila, dan Samadhi, yang ketiganya dijelaskan dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan.

Dalam Mahasatipatthana Sutta (3) dan Vibhanga Sutta (4) Sang Buddha menjelaskan mengenai Jalan Mulia Berunsur Delapan.

1.  Pengertian Benar 

Pengertian Benar adalah mengerti sebagaimana apa adanya. Sebagai seorang pelajar, Pengertian Benar adalah mengerti tugas sebagai pelajar. 

2.  Pikiran benar

Pikiran Benar adalah pikiran yang penuh kebajikan, pikiran yang penuh cinta kasih, bebas dari rasa egois. Pikiran yang selalu diliputi keinginan untuk selalu rajin, jujur, penuh semangat dan bertanggung jawab.

3.  Ucapan Benar

Ucapan Benar adalah ucapan yang menghindari dusta, bicara kasar, memfitnah, dan omong kosong. Selain itu, Ucapan Benar adalah ucapan yang berguna/berfaedah, beralasan, dan disampaikan tepat waktu.

4.  Perbuatan Benar

Perbuatan Benar adalah perbuatan yang berguna dan tidak merugikan siapa saja. Perbuatan Benar adalah perbuatan yang menghindari membunuh, mencuri, dan berbuat asusila.

5.  Mata Pencaharian Benar/Penghidupan Benar

Mata Pencaharian benar adalah mencari nafkah dengan cara-cara yang benar, tidak merugikan diri sendiri maupun makhluk lain. Nafkah yang diperoleh antara lain dengan tidak melanggar Pancasila Buddhis.

6.  Daya Upaya Benar

Daya upaya benar adalah belajar untuk tidak berbuat buruk dan belajar meningkatkan perbatan baik. Lebih rinci Daya Upaya Benar adalah daya upaya untuk mencegah hal-hal yang buruk, mengatasi hal-hal yang buruk, menimbulkan hal-hal yang baik, dan memelihara/mengembangkan hal-hal yang baik.

7.  Perhatian Benar

Perhatian Benar adalah selalu sadar dan waspada tentang apa yang kita pikirkan, ucapkan, dan lakukan. Dengan kata lain, Perhatian Benar adalah perhatian yang cermat terhadap gerak-gerik jasmani dan rohani/fisik dan batin.

8.  Konsentrasi Benar

Konsentrasi Benar berarti menjaga pikiran untuk bisa konsentrasi, pikiran yang penuh perhatian dan dijaga dengan usaha yang benar. Konsentrasi Benar adalah pikiran baik yang terfokus pada satu objek.

        Itulah Jalan Mulia Berunsur Delapan yang apabila kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari, kita akan lebih bijaksana dalam menghadapi delapan kondisi duniawi yang tidak kekal. Menyikapi masalah pribadi dengan tenang tanpa menyalahkan pihak manapun dan siapapun. 

 

Referensi:

1.    Tim Penyusun, Buku Pelajaran Agama Buddha dan Budi Pekerti. Kementerian pendidikan dan Kebudayaan-Edisi Revisi-Jakarta 2019.

2.    Anguttara Nikaya IV,157: Atthaka Sutta (Atthaka Sutta - Samaggi Phala (samaggi-phala.or.id)

Gambar Roda Dharma diakses pada Seputar jalan-Blogger com 

Jumat, 04 Oktober 2024

Bersyukur Terlahir Menjadi Manusia

Bersyukur Terlahir Menjadi Manusia

(menurut perspektif Agama Buddha)

 

Saudara-saudari se-Dharma yang saya hormati,

Namo Buddhaya,

Pada kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin berbicara tentang sebuah tema yang sangat penting dalam kehidupan kita sebagai umat Buddha, yaitu bersyukur terlahir sebagai manusia menurut perspektif Agama Buddha.

Dalam ajaran Buddha, kelahiran sebagai manusia dianggap sebagai kesempatan yang sangat berharga dan langka. Mengapa demikian? Karena terlahir sebagai manusia memberikan kita kesempatan yang lebih besar untuk mempraktikkan Dharma dan mencapai pencerahan.

1.         Kesempatan untuk Mempraktikkan Dharma: Terlahir sebagai manusia memberikan kita kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan buruk, benar dan salah. Kita memiliki akal budi yang memungkinkan kita untuk memahami ajaran Buddha dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah kesempatan yang tidak dimiliki oleh makhluk di alam lain.

2.         Kemampuan untuk Mengembangkan Kebajikan: Sebagai manusia, kita memiliki kapasitas untuk mengembangkan kualitas-kualitas kebajikan seperti cinta kasih, belas kasihan, dan kebijaksanaan. Dengan mengembangkan kualitas-kualitas ini, kita dapat memperbaiki diri kita sendiri dan membawa manfaat bagi orang lain.

3.         Peluang untuk Bebas dari Samsara: Dalam roda samsara, atau siklus kelahiran dan kematian, kelahiran sebagai manusia adalah salah satu bentuk kehidupan yang paling kondusif untuk mencapai Nirvana. Dengan kesadaran dan usaha yang benar, kita dapat membebaskan diri dari siklus penderitaan ini.

4.         Penghargaan terhadap Kehidupan: Menyadari betapa berharganya kelahiran sebagai manusia, kita diajarkan untuk mengisi kehidupan ini dengan perbuatan baik dan menghindari tindakan yang merugikan. Dengan demikian, kita tidak hanya meningkatkan kualitas hidup kita sendiri, tetapi juga memberikan dampak positif bagi lingkungan di sekitar kita.

Oleh karena itu, marilah kita bersyukur atas kesempatan yang telah diberikan kepada kita sebagai manusia. Dengan bersyukur, kita akan lebih terdorong untuk menjalani hidup ini dengan penuh tanggung jawab dan memanfaatkan setiap momen untuk meningkatkan kualitas batin kita.

Semoga kita semua dapat menggunakan kesempatan berharga ini untuk terus belajar dan mempraktikkan Dharma, sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan sejati dan pembebasan dari penderitaan.

 

 

Terima kasih.

 

Menghadapi Hambatan dengan Keyakinan

Menghadapi Hambatan dengan Keyakinan

               

A.        Makna Keyakinan

Keyakinan memiliki peran penting dalam membantu kita menghadapi rintangan dalam hidup.

1.        Kekuatan untuk Bangkit, keyakinan memberi kekuatan untuk bangkit dan terus melangkah maju. Keyakinan bisa berupa keyakinan pada diri sendiri, keyakinan pada tujuan hidup, atau keyakinan pada kekuatan yang lebih besar.

2.        Motivasi untuk Berusaha: Keyakinan mendorong kita untuk terus berusaha mencapai tujuan, meskipun dihadapkan dengan rintangan. Keyakinan ini membantu kita untuk fokus pada tujuan dan tidak mudah menyerah.

B.        Kisah Buddha Sakyamuni Menghadapi Rintangan

Dengan keyakinan yang kuat Buddha (Buddha Sakyamuni) Menghadapi Hambatan dengan Keyakinan. Buddha dihadapkan dengan berbagai rintangan dan hambatan. Namun, Beliau selalu menghadapinya dengan keyakinan yang teguh dan pantang menyerah. Berikut adalah beberapa contoh bagaimana Beliau sebelum menjadi Buddha menghadapi hambatan dengan keyakinan.

Perjuangan pantang menyerah dan penuh keyakinan dengan berkelana untuk berguru kepada Alara

Kalama dan Uddaka Ramaputta. Namun, Beliau tidak puas dengan pengetahuan yang diperoleh dari dua guru itu. Akhirnya, Beliau pun meninggalkan kedua guru-Nya itu. Pertapaan keras menyiksa diri telah dilakukan. Bodhisattva Siddharta beranggapan bahwa dengan cara menyiksa diri Beliau dapat meraih kesuksesan, yakni mencapai kebuddhaan.

Namun, perjuangan selama 6 (enam) tahun menyiksa diri di Hutan Uruvela itu akhirnya gagal total. Praktik penyiksaan diri telah ditinggalkan. Jalan Tengah dijalaninya untuk meneruskan perjuangan setelah mendapat pelajaran dari penyanyi ronggeng. “Jika senar gitar ditarik terlalu kencang dan terlalu kendor, suaranya akan lenyap. Namun, jika senar gitar ditarik dengan sedang, akan menghasilkan suara yang nyaring.” Pelajaran berharga   dari       syair     yang     dinyanyikan      penari menyadarkan-Nya Bodhisattva sadar bahwa selama enam tahun Beliau terlalu keras kehidupan-Nya. Bodhisattva mengubah cara berlatih dan meneruskan perjuangan-Nya. Beliau pun akhirnya makan dan minum untuk mendukung pencapaian kebuddhaan.

Kisah Buddha mengajarkan kita bahwa keyakinan adalah kekuatan yang sangat besar. Dengan keyakinan yang teguh, kita dapat mengatasi rintangan dan hambatan apa pun dalam hidup kita. Kita juga harus belajar untuk sabar dan penuh kasih sayang dalam menghadapi orang lain, bahkan ketika mereka tidak memahami atau menyetujui kita.

Kata Inspirasi Semakin banyak kita memahami Dharma, semakin kuat keyakinan kita pada kebenarannya

  

C.        Simpulan

Pangeran Siddharta sepanjang perjalanannya untuk mencapai Pencerahan dan menyebarkan Dharma, dihadapkan dengan berbagai rintangan dan hambatan. Namun, Beliau selalu menghadapi-Nya dengan keyakinan yang teguh, pantang menyerah, dan penuh kasih sayang.  Keyakinannya yang kuat pada Dharma dan tekadnya untuk mencapai Pencerahan membantunya mengatasi godaan, penolakan, dan bahkan penyakit parah. Beliau menjadi contoh luar biasa tentang bagaimana kita dapat menghadapi rintangan dalam hidup dengan keyakinan, kesabaran, dan kasih sayang.

Rabu, 02 Oktober 2024

Mengadapi Gangguan dengan Kesadaran Penuh

Mengadapi Gangguan dengan Kesadaran Penuh

Terpujilah Buddha, Namo Buddhaya!
Pernahkah Kalian merasa kesal saat belajar karena diganggu oleh adik atau teman? Atau, pernahkah Kalian merasa cemas saat menghadapi ujian? Nah, dalam agama Buddha, ada cara untuk mengatasi gangguan tersebut, yaitu dengan kesadaran penuh atau sati. Ayo renungkan cerita motivasi berikut ini!
        Seorang siswa yang selalu merasa cemas sebelum ujian dapat belajar mindfulness untuk menenangkan pikirannya dan fokus pada saat ini, sehingga ia dapat mengerjakan ujian dengan lebih baik.
        Seorang anak yang mudah marah dapat belajar mindfulness untuk mengendalikan emosinya dan berkomunikasi dengan orang lain dengan lebih baik.
        Seorang individu yang sering merasa stres dan sulit tidur dapat belajar mindfulness untuk meningkatkan kualitas tidurnya dan merasa lebih rileks.
 
Ayo amati gambar berikut ini!
 
 
Mari kita berlatih menjaga kesadaran penuh dengan memperhatikan keluar masuknya napas.

A.      Kesadaran Penuh

Kesadaran penuh adalah kemampuan untuk fokus pada saat ini tanpa terpengaruh oleh pikiran atau perasaan di masa lalu atau masa depan. Dengan kesadaran penuh, kita dapat mengamati apa yang terjadi di sekitar kita dan merasakan apa yang terjadi di dalam diri kita tanpa penilaian. Berkesadaran penuh sama halnya dengan bermeditasi. Meditasi dilakukan dengan cara mengkondisikan pikiran terpusat pada satu objek. Meditasi dapat mengalihkan pandangan kita menjadi lebih berwelas asih, cinta kasih. Meditasi adalah membiasakan diri agar senantiasa mempunyai sikap yang positif, dan berpikir yang nyata. Dengan bermeditasi kita akan dapat mewujudkan kebiasaan baik dari pikiran karena mengerti tentang hakikat dari kenyataan hidup ini.

B.      Pentingnya Kesadaran Penuh 

Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menemukan hal-hal yang tidak kita inginkan. Jenis gangguan yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti rasa marah, sedih, cemas, dan malas. Ketika gangguan tersebut muncul sering kali kita tidak bisa mengontrol pikiran, sehingga ucapan dan tindakan pun bisa melakukan hal yang tidak baik. Dengan cara mindfulness atau berkesadaran penuh dapat membantu menghadapi gangguan dengan cara:
1.        Menyadari dan menerima gangguan tanpa menghakimi.
2.        Memusatkan perhatian pada saat ini dan hal yang sedang dilakukan.
3.        Mengamati pikiran dan perasaan tanpa terhanyut di dalamnya.
4.        Merespons gangguan dengan cara yang bijaksana.
 

C.      Cara Buddha Mempertahankan Kesadaran Penuh dalam Menghadapi Gangguan

Masih ingatkah Kalian kisah Buddha menaklukkan Gajah Nalagiri? Gajah Nalagiri yang dibuat mabuk oleh Bhikkhu Devadatta, dilepaskan untuk mencelakai Buddha. Namun usaha tersebut tidak berhasil karena tidak ada satupun yang bisa mencelakai seorang Samma Sambuddha.  Pancaran cinta kasih Buddha menggetarkan gajah yang mabuk dan akhirnya bersujud dikaki Buddha. 
Buddha mengajarkan beberapa cara untuk mempertahankan kesadaran penuh dalam menghadapi gangguan, yaitu dengan memiliki sati (perhatian penuh) dan sampajanna (mengetahui diri sendiri). Perhatian Penuh adalah latihan untuk memusatkan perhatian pada saat ini. Perhatian penuh seharusnya dilakukan dalam aktivitas sehari-hari, seperti saat makan, berjalan, atau berbicara. Selain itu kita perlu menyadari gangguan yang muncul, kita dapat memilih untuk mengabaikannya atau menyelidikinya dengan rasa ingin tahu tanpa penilaian.
 

D.      Dhammapada Citta Vagga

syair 39 anavassutacittassa  ananv hatacetaso  pu  a p papah nassa  natthi j garato bhayam Artinya: Orang yang pikirannya tidak dikuasai oleh nafsu dan kebencian, yang telah mengatasi keadaan baik dan buruk; maka dalam diri orang yang selalu sadar seperti itu tidak ada lagi ketakutan.
 
 
Simpulan:
-     Kesadaran penuh adalah alat yang ampuh untuk membantu kita menghadapi gangguan dan meningkatkan kebahagiaan dan kedamaian. 
-     Dengan berlatih kesadaran penuh, kita dapat belajar untuk hidup di saat ini dan menikmati hidup dengan lebih penuh.
-     Salah satu kunci utama dalam mencapai kesadaran penuh adalah dengan melakukan meditasi secara rutin dan disiplin.
-     Gangguan yang ditemui harus dihadapi dengan keberanian tanpa kebencian namun harus disertai cinta kasih dan welas asih.
 

Refleksi

Apakah sudah paham materi ini, jika belum silahkan baca kembali materi dan tonton ulang videonya pada LMS belajarbuddha.id. Setelah itu, silakan lanjutkan pada aktivitas latihan dan penilaian yang tersedia dalam LMS belajarbuddha.id. Setelah selesai silakan baca dan tonton video pada materi berikutnya. 
Tetap semangat, semoga semua makhluk berbahagia.
Terpujilah Buddha, Namo Buddhaya!