Sabtu, 26 Juli 2025

Buddha Sakyamuni

Buddha Sakyamuni

Buddha adalah gelar yang berarti "Yang Sadar" atau " Yang Tercerahkan" dan digunakan untuk merujuk pada seseorang yang telah mencapai penerangan sempurna dan memahami kebenaran sejati. Konsep Buddha muncul dalam berbagai tradisi agama dan filsafat yang berkembang dari ajaran-ajaran India kuno, terutama dalam agama Buddha. Seorang Buddha adalah seseorang yang telah mengatasi keinginan, kebodohan, dan penderitaan, serta mencapai keadaan Nibbana, yaitu kebebasan dari siklus kelahiran dan kematian yang disebut samsara. Gelar ini tidak hanya merujuk pada sesorang, namun juga dapat diberikan kepada siapa saja yang mencapai tingkat pencerahan yang sama.

Dalam tradisi Buddhis, Buddha digambarkan memiliki 32 Tanda Mahapurisa (Mahāpurisa), yang merupakan ciri-ciri fisik seorang manusia agung atau makhluk tercerahkan. Tanda-tanda ini melambangkan kualitas spiritual dan kebijaksanaan yang luar biasa. Berikut ini adalah 32 tanda Mahapurisa: TABEL 32 TANDA MAHAPURISA

TABEL 32 TANDA MAHAPURISA

1.      Telapak kaki rata (suppatitthita-pado). Ini merupakan satu lakkhana dari Maha Purissa.

2.      Pada telapak kakinya terdapat cakra dengan seribu ruji, lingkaran dan pusat dalam bentuk sempurna.

3.      Tumit yang bagus (ayatapanhi).

4.       Jari-jari panjang (digha-anguli)

5.       Tangan dan kaki yang lembut serta halus (mudutaluna).

6.       Kulitnya bagaikan perunggu berwarna emas (suvannavanno)

7.       Kulitnya sangat lembut dan halus / sehingga tidak ada debu yang dapat melekat pada kulit

8.       Pada setiap pori kulit ditumbuhi sehelai bulu roma.

9.       Rambut yang tumbuh pada pori-pori berwarna biru-hitam.

10.   Potongan tubuh yang agung (brahmuiu-gatta).

11.   Tujuh tonjolan (sattussado), yaitu pada kedua tangan, kedua kaki, kedua bahu dan badan.

12.   Dada bagaikan dada singa (sihapubbaddha kayo).

13.   Pada kedua bahunya tak ada lekukan (citantaramso).

14.   Tinggi badan sama dengan panjang rentangan kedua tangan, bagaikan pohon (beringin), Nigroda.

 

15.   Tangan dan kaki bagaikan jala (jala- hattha-pado).

16.   Pergelangan kaki yang agak tinggi (ussankha-pado).

17.   Kaki yang bagaikan kaki kijang (enijanghi)

18.   Kedua tangan dapat menyentuh atau menggosok kedua lutut tanpa membungkukkan badan.

19.   Kemaluan terbungkus selaput

20.   (kosohitavattha-guyho).

21.   Dada yang sama lebarnya (samavattakkhandho).

22.   Indera perasa sangat peka (rasaggasaggi).

23.   Rahang bagaikan rahang singa (siha- banu).

24.   Empat puluh buah gigi (cattarisa-danto).

25.   Gigi-geligi rata (sama-danto).

26.   Antara gigi-gigi tak ada celah (avivara- danto).

27.   Gigi putih bersih (susukka-datho).

28.   Lidah panjang (pahuta-jivha).

29.   Suara bagaikan suara-brahma, seperti suara burung Karavika.

30.   Mata biru (abhinila netto).

31.   Bulu mata lentik, bagaikan bulu mata sapi (gopakhumo).

32.   Di antara alis-alis mata tumbuh sehelai rambut halus, putih bagaikan kapas yang lembut. Kepala bagaikan berserban (unhisasiso).

 

Sumber: Digha Nikaya IV,2: Lakkhana Sutta (Lakkhana Sutta - Samaggi Phala (samaggi-phala.or.id)

Buddha yang dikenal di masa sekarang adalah Buddha Sakyamuni. Buddha Sakyamuni juga dikenal sebagai Siddhartha Gatama atau Buddha Sakyamuni yang merupakan pendiri agama Buddha yang hidup sekitar abad ke-5 hingga ke-4 SM. Di masa sekarang, sosok Buddha Sakyamuni dihormati sebagai guru spiritual terbesar yang memberikan ajaran mendalam tentang pencerahan, kebijaksanaan, dan belas kasih. Meskipun Buddha Sakyamuni hidup lebih dari 2500 tahun yang lalu, ajarannya tetap relevan dan terus diaplikasikan dalam kehidupan modern.

Buddha Sakyamuni lahir sebagai pangeran di kerajaan Kapilavastu (sekarang di Nepal) dan menjalani kehidupan mewah hingga ia meninggalkan istana pada usia 29 tahun untuk mencari makna hidup yang lebih dalam. Setelah bertahun-tahun melakukan pencarian spiritual, meditasi, dan asketisme, Siddhartha mencapai pencerahan di bawah pohon Bodhi di Bodh Gaya, India.

Pencerahan ini memberinya wawasan mendalam tentang sifat sejati eksistensi dan cara mengatasi penderitaan. Ajaran Buddha Sakyamuni, yang dikenal sebagai Dhamma, yang berpusat pada Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Empat Kebenaran Mulia mengidentifikasi penderitaan, penyebab penderitaan, akhir penderitaan, dan jalan menuju akhir penderitaan. Jalan Mulia Berunsur Delapan memberikan panduan praktis untuk menjalani kehidupan yang bermoral, penuh perhatian, dan bijaksana. Ajaran-ajaran ini dirancang untuk membantu individu mencapai Nibbana, yaitu kebahagiaan tertinggi yang dicirikan dengan kebebasan dari siklus kelahiran kembali dan penderitaan.

Buddha sebagai sosok yang telah mencapai pencerahan sempurna, memiliki kebijaksanaan dan belas kasih yang mendalam. Kebijaksanaan Buddha tidak hanya mencakup pemahaman yang dalam tentang sifat sejati kehidupan dan cara mengatasi penderitaan, tetapi juga kemampuan untuk melihat dengan jernih dan tanpa pengecualian. Sifat belas kasihnya mencakup cinta kasih yang universal terhadap semua makhluk, yang mendorongnya untuk mengajar dan membimbing orang lain menuju kebebasan dari kelahiran kembali. Jiwa Bodhisattva, yang merupakan aspirasi untuk mencapai pencerahan demi kebahagiaan semua makhluk, tercermin dalam dedikasi Buddha untuk membantu orang lain mencapai pencerahan dan mengatasi penderitaan mereka sendiri. Dalam diri manusia, jiwa Bodhisattva mendorong untuk bertindak dengan kasih sayang, kebijaksanaan, dan empati, mengikuti teladan Buddha dalam menciptakan kedamaian dan kesejahteraan bagi semua.

 

Referensi:

Bhikkhu Ñāṇamoli. (1972). The Life of the Buddha: According to the Pali Canon. Kandy: Buddhist Publication Society.

Digha Nikaya IV,2: Lakkhana Sutta (Lakkhana Sutta - Samaggi Phala (samaggi-phala.or.id) Gambar Buddha diakses pada link https://www.ebay.com/

Mukti, Krishnanda Wijaya. (2003). Wacana Buddha-Dharma. Jakarta: Yayasan Dharma Pembangunan.


Disampaikan : Dhamma Class SMB Sakyakirti Jambi, Minggu 27 Juli 2025

Oleh: Suwito, S.Ag., M.Pd., Gr.

Jumat, 18 Juli 2025

Mengajak Musyawarah

MENGAJAK MUSYAWARAH

Dalam menyelesaikan masalah bersama, biasanya dilakukan dengan musyawarah. Kita bisa melakukan musyawarah, mulai dari lingkungan sekolah, keluarga, hingga masyarakat.

 

Kisah Suku Koliya Dan Suku Sakya Memperebutkan Air Sungai Rohini

Peristiwa ini diawali dari air sungai ini dibendung dalam sebuah waduk yang dibangun di antara kedua kota, yaitu kota Kapilavastu dan kota Koliya.

 

Para pekerja sedang memanen hasil tanaman mereka. Ketika mereka sedang memetik panen di tepi sungai itu, penduduk Suku Koliya mengatakan bahwa, “Seandainya air sungai ini dibagi dua, aliran air tidak bisa mencukupi untuk ke ladang-ladang kita.” Penduduk suku Sakya yang mendengar kata-kata ini lalu menjawab dengan mengatakan bahwa, “Kalian jangan berkata seperti itu, dan kami pun berhak atas air sungai ini.” Perbincangan mereka makin memanas, saling mencela, dan menjelek-jelekkan pihak lainnya sehingga timbul pertengkaran, mereka mulai saling berantem. Pekerja-pekerja yang lain mulai saling menyerang, menjadi perselisihan besar. Akhirnya, masing-masing dari mereka melaporkan perselisihan ini.

 

Laporan hal ini sampai ke telinga raja. Kedua pihak kerajaan ini segera menyiapkan pasukan tentara perangnya untuk menyerang pihak lainnya. Setelah itu, segera suku Sakya datang bersama pasukan tentaranya berteriak menantang suku Koliya. Mereka berkata bahwa, “Kami suku Sakya akan menunjukkan kekuatan dan kehebatan.” Sebaliknya, tentara Suku Koliya juga berteriak bahwa, “Kami tidak takut.” Buddha mengetahui hal ini. Buddha mengajak kedua belak pikah untuk bermusyawarah dan berdamai. Selanjutnya, Buddha menasihati dengan menanyakan alasan mereka berbuat seperti ini kepada kedua raja yang mulia. Seandainya sekarang Buddha tidak ada di sini, bisa dipastikan kalian akan berperang dan sungai ini akan berwarna merah berlimbah darah.”

 

Setelah mendengar nasihat, akhirnya kedua suku itu berdamai, membagi air sungai Rohini itu dengan adil, untuk mengairi ladang kedua belah pihak. Mereka lalu hidup dengan damai dan berdampingan, karena iri hati dan kebencian sudah lenyap di hati mereka. Berikut adalah pedoman yang bisa dijadikan cara musyawarah agar berjalan dengan lancar, yaitu:

1.      Mengungkapkan ide/pikiran dengan baik.

2.      Mendengarkan pendapat Orang Lain.

3.      Hindari membangun Argumen Sendiri.

4.      Mencoba menempatkan diri pada posisi orang lain.

5.      Membantu mengembangkan ide satu sama lain.

6.      Berhati-hati dengan sudut pandang orang lain.

7.      Menjunjung tinggi kepentingan bersama dalam pengambilan keputusan

 

 

Referensi

1. https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7023748/7-cara-musyawarah-agar-berjalan-dengan-lancar-dan-contohnya.

2. Pertengkaran Antar Suku - Samaggi Phala (samaggi-phala.or.id)

3. https://youtu.be/UccQT1bmjsY?si=tozU24nljQhtjhsS 

Musyawarah mufakat dalam kelompok

MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM KELOMPOK


Kehidupan bermasyarakat tidak akan luput dari adanya permasalahan serta kesalahpahaman. Maka dari itu, perlu dilakukan musyawarah untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut. Musyawarah bisa dilakukan di mana pun baik di lingkup keluarga, di lingkup sekolah, maupun di tempat kerja. Musyawarah mufakat merupakan salah satu pilar penting untuk mencapai kesepakatan bersama yang bijaksana dalam kehidupan beragama Buddha.

Manfaat musyawarah mufakat dalam kelompok

1.      Melatih untuk Mengemukakan Pendapat

Asas dalam mengemukakan pendapat dalam agama Buddha adalah saling menghargai seperti yang tertulis dalam Digha Nikaya I: 3 sebagai berikut:

"Para bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, (3) 'kalian tidak boleh marah, tersinggung, atau terganggu akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang akan penghinaan itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau tidak senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka katakan itu benar atau salah?' ,'Tidak, Bhagava.' 'Jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, maka kalian harus menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar, dengan apa yang bukan ajaran, dengan mengatakan: "Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami."

2.      Masalah Dapat Segera Terpecahkan

Keteladanan dalam bermusyawarah untuk mufakat diperlihatkan oleh Buddha dalam menyelesaikan perselisihan suku Koliya dan suku Sakya memperebutkan air sungai Rohini, yang digunakan untuk mengairi ladang-ladang mereka. Akhirnya kedua suku itu berdamai, membagi air sungai Rohini itu dengan adil, untuk mengairi ladang kedua belah pihak. Mereka lalu hidup dengan damai dan berdampingan, karena iri hati dan kebencian sudah lenyap di hati mereka.

"Sebagian besar orang tidak mengetahui bahwa dalam pertengkaran mereka akan binasa, tetapi mereka yang dapat menyadari kebenaran (ini) akan segera mengakhiri semua pertengkaran" (Dhammapada 6)

3.      Hasil Keputusan Menguntungkan Semua Pihak

Ada tiga macam pertimbangan yang sering digunakan dalam mengambil keputusan:

a)      Attadhipateyya yaitu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dan pengalaman diri sendiri yang hasil keputusan itu kadang-kadang benar tetapi juga kadang-kadang salah.

b)      Lokadhipateyya yaitu mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan dari banyak orang/masyarakat luas yang hasil keputusannya bisa benar tetapi bisa juga salah.

c)       Dhammadhipateyya yaitu mengambil keputusan dengan menjadikan Dharma sebagai petunjuk, maka hasil keputusannya pasti benar dan tidak mungkin salah. Menurut Dharma, keputusan dikatakan benar jika keputusan itu tidak hanya bermanfaat dan berguna bagi diri sendiri, tetapi juga dapat bermanfaat dan berguna untuk banyak orang.

 

 

Referensi

1. https://kemenag.go.id/buddha/jangan-mengambil-keputusan-untuk-menyenangkan-diri-sendiri-nhyy9d

2. https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-musyawarah-prinsip-tujuan-manfaat-dan-contohnya/

3. https://youtu.be/UccQT1bmjsY


Musyawarah mufakat dalam keluarga

Musyawarah Mufakat dalam Keluarga

Kali ini kita akan mempelajari nilai penting dalam keluarga Buddhis, yaitu musyawarah mufakat. Sebagai pengikut ajaran Buddha, kita diajarkan untuk selalu mengedepankan kebijaksanaan dan kasih sayang dalam menyelesaikan masalah. Musyawarah mufakat merupakan salah satu cara terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.

Apa itu Musyawarah mufakat? Musyawarah mufakat adalah cara mencapai mufakat atau kesepakatan dengan cara berunding bersama. Setiap anggota keluarga berhak untuk menyampaikan pendapat dan idenya, dan keputusan yang diambil harus disetujui oleh semua pihak.

Mengapa Musyawarah mufakat penting dalam keluarga Buddhis? Musyawarah mufakat penting dalam keluarga Buddhis karena hal tersebut sesuai dengan ajaran Buddha. Buddha Sakyamuni mengajarkan kita untuk selalu menyelesaikan masalah dengan cara yang damai dan penuh kasih sayang.

Musyawarah mufakat merupakan salah satu cara untuk mewujudkan ajaran tersebut. Selain itu, untuk membangun rasa saling menghormati dan menghargai; setiap anggota keluarga merasa didengar dan dihargai pendapatnya; meningkatkan rasa kekompakan dan kebersamaan. Keluarga yang terbiasa bermusyawarah mufakat akan lebih kuat dan bersatu dalam menghadapi berbagai masalah. Menemukan solusi yang lebih baik. Dengan mendengarkan berbagai pendapat, keluarga dapat menemukan solusi yang lebih kreatif dan efektif untuk menyelesaikan masalah; melatih kemampuan komunikasi dan berpikir kritis. Anak-anak belajar bagaimana menyampaikan pendapat dengan jelas dan logis, serta bagaimana mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian.

Bagaimana cara menerapkan Musyawarah Mufakat dalam Keluarga Buddhis? Berikut beberapa cara untuk menerapkannya, yaitu:

1.      Tetapkan waktu khusus untuk bermusyawarah. Luangkan waktu secara rutin untuk berdiskusi tentang berbagai hal, seperti rencana keluarga, menyelesaikan masalah, atau mengambil keputusan penting.

2.      Ciptakan suasana yang nyaman dan terbuka. Semua anggota keluarga harus merasa bebas untuk menyampaikan pendapatnya tanpa rasa takut dihakimi. Dengarkan dengan penuh perhatian. Ketika orang lain berbicara, dengarkan dengan seksama dan tunjukkan rasa tertarik.

3.      Sampaikan pendapat dengan sopan dan santun. Hindari menggunakan kata-kata yang kasar atau menyakitkan hati. Carilah solusi yang terbaik untuk semua pihak. Berusahalah untuk menemukan solusi yang dapat diterima oleh semua anggota keluarga;

4.      Tetaplah tenang dan sabar. Jika terjadi perbedaan pendapat, jangan mudah marah atau putus asa. Teruslah berdiskusi dengan tenang dan sabar sampai menemukan solusi yang terbaik.

Contoh Penerapan Musyawarah Mufakat dalam Keluarga Buddhis, misalnya dengan memilih tempat wisata untuk liburan keluarga. Setiap anggota keluarga dapat mengusulkan tempat wisata yang ingin dikunjungi. Kemudian, diskusikan bersama tentang kelebihan dan kekurangan masing-masing tempat wisata, dan pilihlah tempat yang paling disepakati oleh semua anggota keluarga; menentukan aturan di rumah. Setiap anggota keluarga dapat mengusulkan aturan yang ingin diterapkan di rumah. Kemudian, diskusikan bersama tentang manfaat dan kekurangan dari masing-masing aturan, dan pilihlah aturan yang paling disepakati oleh semua anggota keluarga; menyelesaikan konflik antarsaudara. Jika terjadi perselisihan antarsaudara, ajaklah mereka untuk bermusyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah. Bantu mereka untuk saling memahami dan memaafkan, dan temukan solusi yang adil untuk semua pihak.

Musyawarah mufakat adalah kunci untuk membangun keluarga Buddhis yang harmonis dan bahagia. Dengan menerapkan musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari, keluarga Buddhis dapat menyelesaikan masalah dengan lebih bijak dan damai, sesuai dengan ajaran Buddha Sakyamuni.

Orang tua adalah teladan bagi anak-anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menunjukkan contoh yang baik dalam menerapkan musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari. Buatlah suasana keluarga yang terbuka dan komunikatif, sehingga anak-anak merasa nyaman untuk menyampaikan pendapat dan idenya. Libatkan anak-anak dalam pengambilan keputusan keluarga, sesuai dengan usia dan kedewasaan mereka. Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, bijaksana, dan mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang damai, sesuai dengan ajaran Buddha.



Sumber: https://www.facebook.com/photo/?fbid=2575054075960225&set=a.744311545701163

 

 






Referensi: Nurwito dan Umarnatu. 2022. Buku Peserta didikan Pendidikan Agama Buddha Kelas 6. Pusat Perbukuan Kemendikbud.

https://karaniya.com/product/e-book-riwayat-hidup-buddha-gautama/

https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/pertengkaran-antar-suku/

https://pustaka.dhammacitta.org/ebook/biografi/Riwayat%20Agung%20Para%20Buddha%20Revisi%201%20-%20Buku%202.pdf

Musyawarah mufakat dalam ajaran Buddha

PRINSIP-PRINSIP MUSYAWARAH MUFAKAT DALAM AGAMA BUDDHA

Musyawarah mufakat adalah salah satu prinsip penting dalam agama Buddha. Melalui musyawarah mufakat, umat Buddha dapat mencapai kesepakatan bersama dan menyelesaikan masalah secara damai. Dalam bahasa Pali, musyawarah mufakat disebut samaggi. Samaggi merupakan salah satu dari tujuh harta kekayaan seorang Buddha (Bodhi Sattasamvattangika Sutta).

Dalam Agama Buddha Prinsip-Prinsip Dasar Musyawarah Mufakat yaitu:

1.      Metta: Cinta Kasih. Dalam musyawarah mufakat, semua pihak harus saling menghormati dan menghargai pendapat satu sama lain;

2.      Karuna: Belas kasih. Dalam musyawarah mufakat, semua pihak harus berusaha untuk memahami dan membantu satu sama lain;

3.      Mudita: Simpati/Kegembiraan Bersama. Dalam musyawarah mufakat, semua pihak harus berusaha untuk mencapai solusi yang terbaik bagi semua pihak;

4.      Upekkha: Keseimbangan Batin. Semua orang harus tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi oleh orang lain.

Contoh Penerapan Prinsip-Prinsip Musyawarah Mufakat dalam Agama Buddha yaitu: Buddha sering kali menggunakan musyawarah mufakat untuk menyelesaikan masalah di antara para bhikkhu; umat Buddha mengadakan musyawarah mufakat untuk menentukan aturan-aturan yang berlaku di vihara; musyawarah mufakat juga dilakukan dalam pengambilan keputusan di organisasi-organisasi Buddha.

Dalam kehidupan sehari-hari, banyak manfaat yang dapat diambil dari musyawarah mufakat, yaitu musyawarah mufakat dapat membantu untuk mencapai kesepakatan bersama, musyawarah mufakat dapat membantu untuk menyelesaikan masalah secara damai, musyawarah mufakat dapat membantu untuk meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan. Musyawarah mufakat adalah salah satu prinsip penting dalam agama Buddha. Dengan menerapkan prinsip-prinsip musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menciptakan kehidupan yang lebih damai dan harmonis.

Referensi:

Nurwito dan Umarnatu. 2022. Buku Peserta didikan Pendidikan Agama Buddha kelas 6. Pusat Perbukuan Kemendikbud.

https://karaniya.com/product/e-book-riwayat-hidup-buddha-gautama/

https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/pertengkaran-antar-suku/

https://pustaka.dhammacitta.org/ebook/biografi/Riwayat%20Agung%20Para%20Buddha%20Revisi%201%20-%20Buku%202.pdf

Musyawarah dalam agama Buddha

Musyawarah dalam agama Buddha

Musyawarah mufakat merupakan salah satu pilar penting untuk mencapai kesepakatan bersama yang bijaksana dalam kehidupan beragama Buddha. Dalam kehidupan bermasyarakat, jangan menganggap diri sendiri yang paling benar dalam berpendapat. Bersikap positiflah kepada orang lain. Terimalah pendapat orang lain. Hindari perbuatan berburuk sangka kepada orang lain. Hindari juga perbuatan kekerasan, memaksakan kehendak dan perselisihan.

Bermusyawarah sudah dianjurkan oleh Buddha. Seandainya musyawarah tidak dilakukan, yang terjadi adalah pertengkaran bahkan peperangan. Seperti pada kisah suku Koliya dan suku Sakya memperebutkan air sungai Rohini, yang digunakan untuk mengairi ladang-ladang mereka. Air sungai ini dibendung dalam sebuah waduk yang dibangun di antara kedua kota, yaitu kota Kapilavastu dan kota Koliya. Para pekerja sedang memanen hasil tanaman mereka. Ketika mereka sedang memetik panen di tepi sungai itu, penduduk suku Koliya mengatakan bahwa, “Seandainya air sungai ini dibagi dua, aliran air tidak bisa mencukupi untuk ke ladang-ladang kita.” Penduduk suku Sakya yang mendengar kata-kata ini lalu menjawab dengan mengatakan bahwa, “Kalian jangan berkata seperti itu, dan kami pun berhak atas air sungai ini.”

Perbincangan mereka makin memanas, saling mencela, dan menjelek-jelekkan pihak lainnya sehingga timbul pertengkaran, mereka mulai saling bertengkar. Pekerja-pekerja yang lain mulai saling menyerang, menjadi perselisihan besar. Akhirnya, masing-masing dari mereka melaporkan perselisihan ini.

Laporan hal ini sampai ke telinga raja. Kedua pihak kerajaan ini segera menyiapkan pasukan tentara perangnya untuk menyerang pihak lainnya. Setelah itu, segera suku Sakya datang bersama pasukan tentaranya berteriak menantang suku Koliya. Mereka berkata bahwa, “Kami suku Sakya akan menunjukkan kekuatan dan kehebatan.” Sebaliknya, tentara suku Koliya juga berteriak bahwa, “Kami tidak takut.” Buddha mengetahui hal ini. Buddha mengajak kedua belah pihak untuk bermusyawarah dan berdamai. Selanjutnya, Buddha menasihati dengan menanyakan alasan mereka berbuat seperti ini kepada kedua raja yang mulia. Seandainya sekarang Buddha tidak ada di sini, bisa dipastikan kalian akan berperang dan sungai ini akan berwarna merah berlimbah darah.”


Sumber Gambar: https://www.dhammasena.org/dhammapada/contents/da15_001.htm

 



Buddha mengucapkan syair-syair ini:

“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci di antara orang-orang yang membenci, di antara orang-orang yang membenci kita hidup tanpa membenci.”

(Dhammapada, Sukha Vagga, 197)

“Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit di antara orang-orang yang berpenyakit, di antara orang-orang yang berpenyakit kita hidup tanpa penyakit.” (Dhammapada, Sukha Vagga, 198)

“Sungguh bahagia kita hidup tanpa keserakahan di antara orang-orang yang serakah, di antara orang-orang yang serakah kita hidup tanpa keserakahan.” (Dhammapada, Sukha Vagga, 199)

Setelah mendengar sabda-sabda Buddha, kedua belah pihak merasa malu dengan apa yang mereka lakukan. Akhirnya kedua sanak keluarga itu berdamai, membagi air sungai Rohini itu dengan adil, untuk mengairi ladang kedua belah pihak. Mereka lalu hidup berdampingan dengan damai, karena kebencian dan iri hati sudah lenyap dari hati mereka.

Referensi:

Nurwito dan Umarnatu. 2022. Buku Peserta didikan Pendidikan Agama Buddha kelas 6. Pusat Perbukuan Kemendikbud.

https://karaniya.com/product/e-book-riwayat-hidup-buddha-gautama/

https://samaggi-phala.or.id/naskah-dhamma/pertengkaran-antar-suku/

https://pustaka.dhammacitta.org/ebook/biografi/Riwayat%20Agung%20Para%20Buddha%20Revisi%201%20-%20Buku%202.pdf