Menghadapi
Tantangan dengan Keberanian
Keberanian secara umum merujuk pada
sifat atau kualitas yang menandakan kemauan dan kemampuan seseorang untuk
menghadapi atau mengatasi situasi yang sulit, berisiko, atau menantang tanpa
rasa takut berlebihan. Ini melibatkan keberanian untuk mengambil tindakan,
menghadapi ketidakpastian, dan mengatasi rintangan.
1.
Kemauan untuk Mengambil Risiko
Keberanian seringkali
terkait dengan kemauan untuk mengambil risiko yang mungkin berkaitan dengan
keuntungan atau kemajuan pribadi, meskipun itu bisa berarti menghadapi potensi
kegagalan.
2.
Ketidakpedulian terhadap Ketakutan
Keberanian tidak berarti
tidak ada rasa takut, tetapi lebih kepada kemampuan untuk bertindak meskipun
ada ketakutan. Orang yang berani mampu mengelola dan mengatasi rasa takut
mereka.
3.
Ketegasan dan Kepantasan
Keberanian juga dapat
mencakup sifat ketegasan dan kepastian dalam pengambilan keputusan. Orang yang
berani dapat mengambil langkahlangkah yang tegas dan mantap.
4.
Kemandirian
Keberanian
sering kali melibatkan kemandirian, di mana seseorang tidak terlalu bergantung
pada orang lain untuk mengambil tindakan atau membuat keputusan yang sulit.
5.
Moral dan Etika
Keberanian tidak hanya berkaitan dengan tindakan yang berisiko secara fisik atau materi, tetapi juga dapat melibatkan keberanian moral atau etika. Ini mencakup kemampuan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip yang benar, bahkan jika itu tidak populer atau sulit. Keberanian dapat bersifat relatif dan dapat diterapkan dalam berbagai konteks kehidupan, seperti dalam pekerjaan, hubungan pribadi, atau dalam mengatasi tantangan kehidupan sehari-hari. Setiap individu memiliki tingkat keberanian yang berbeda-beda, dan kemampuan untuk mengembangkan keberanian dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengalaman hidup, nilai-nilai personal, dan lingkungan sekitar.
Tak Gentar Hadapi Tantangan
Mengawali perjuangan-Nya untuk meraih
cita-cita-Nya menjadi Buddha, Bodhisattva Siddharta mengalami hambatan luar
biasa. Dia berjuang keras melawannya. Berikut adalah hambatan yang dilalui
Bodhisattva Siddharta untuk mencapai kebuddhaan.
1.
Dari dalam istana, Bodhisattva Siddharta mendapat
hambatan dari ayahanda, Raja Suddhodana. Beliau tidak boleh melihat empat
peristiwa (orang tua, orang sakit, orang mati, dan petapa suci).
2.
Hambatan lain, Beliau dalam pengawasan ketat agar tidak
keluar istana. Berkat bantuan dewa, tak seorang pun mengetahuinya. Di tengah
malam, Bodhisattva Siddharta berhasil keluar istana dengan menunggang kuda
Kanthaka ditemani oleh Channa, kusirnya. Beliau berhasil mencukur rambut, melepas
mahkota kerajaan, dan menjadi petapa.
3.
Dengan berkelana untuk berguru kepada Alara Kalama dan
Uddaka Ramaputta. Namun, Pangeran Siddharta tidak puas dengan pengetahuan yang
diperoleh dari dua guru itu. Akhirnya, Beliau pun meninggalkan kedua gurunya
itu.
4.
Perjuangan masih berlanjut terus. Pertapaan keras
dengan cara menyiksa diri telah dilakukan. Bodhisattva Siddharta beranggapan
bahwa dengan cara menyiksa diri, Beliau dapat meraih kesuksesan, yakni mencapai
kebuddhaan. Namun, perjuangan selama 6 (enam) tahun menyiksa diri di Hutan
Uruvela itu akhirnya gagal total.
5. Praktik penyiksaan diri telah ditinggalkan. Jalan Tengah dijalaninya untuk meneruskan perjuangan setelah mendapat pelajaran dari penyanyi ronggeng. “Jika senar gitar ditarik terlalu kencang dan terlalu kendor, suaranya akan lenyap. Namun, jika senar gitar ditarik dengan sedang, akan menghasilkan suara yang nyaring/sesuai.” Pelajaran berharga dari syair yang dinyanyikan penari menyadarkan Bodhisattva Siddharta. Bodhisattva sadar bahwa selama enam tahun Beliau terlalu menarik keras kehidupan-Nya. Bodhisattva mengubah cara berlatih dan meneruskan perjuanganNya. Dia pun akhirnya makan dan minum untuk mendukung pencapaian kebuddhaan.
Menang Melawan Tantangan
Saatnya telah tiba. Kini, Bodhisattva
Siddharta berhasil mewujudkan cita-cita-Nya meraih Penerangan Sempurna di bawah
pohon Bodhi dan bergelar Sammasambuddha Gotama. Namun demikian, nafsu penggoda
(Mara) masih mengintai-Nya dan mencoba mengganggu kembali. Orang-orang yang
merasa iri hati kepada-Nya juga mencoba mengganggu dan menghalangi Buddha dalam
menyebarkan Dharma.
1. Kini,
Bodhisattva Siddharta memperoleh kemenangan setelah mengalahkan serbuan
bertubi-tubi dari pasukan Mara penggoda. Akhirnya, dicapailah cita-cita-Nya dan
bergelar Sammasabuddha. Namun demikian, Mara masih tidak menyerah walaupun
Bodhisattva Siddharta telah menjadi Buddha. Mara masih mengganggu kembali.
2. Pada minggu kelima setelah mencapai Penerangan Sempurna, Buddha bermeditasi di bawah pohon beringin (Ajapala Nigrodha), tidak jauh dari pohon Bodhi. Di sinilah, tiga orang anak Mara, yaitu Tanha, Arati, dan Raga masih berusaha untuk mengganggu-Nya. Mereka menampakkan diri sebagai tiga orang gadis yang cantik sedang menari diiringi nyanyian yang merdu, berusaha untuk merayu dan menarik perhatian Buddha. Namun, Buddha menutup mata-Nya dan tidak mau melihat sehingga akhirnya, tiga anak Mara itu meninggalkan Buddha.
3. Dalam menyebarkan Dharma, Buddha juga tidak lepas dari hambatan. Devadatta adalah salah satunya. Dia selalu mengganggu Buddha dengan berbagai cara. Bahkan, beberapa kali, dia ingin membunuh Buddha. Namun, Buddha tak bisa dibunuh oleh siapa pun dengan cara apa pun. Bukti kejahatan Devadatta untuk membunuh Buddha antara lain menyewa para pemanah, melepaskan gajah mabuk, mengadu domba siswa-siswa Buddha, dan menggulingkan batu besar dari puncak bukit. Karma buruknya berbuah. Semua kejahatan Devadatta menyebabkan dia mati ditelan bumi dan terlahir di Neraka Avici.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar