Minggu, 19 Januari 2025

MODUL AJAR 5.03 : Upacara Puja Tradisi Mahayana

Tujuan Pembelajaran : Memahami keragaman upacara puja dan meditasi ketenangan dari berbagai aliran atau tradisi Agama Buddha.

KKTP                                    : Mendeskripsikan upacara puja dalam tradisi Mahayana dan makna serta tujuan dari upacara tersebut. 

1.    Kegiatan Inti

a.      Pelajar bersama dengan guru mengamati gambar puja dalam tradisi Mahayana.

b.      Pelajar mendeskripsikan gambar tersebut dengan bercerita apa saja yang ada pada   gambar tersebut.

c.       Pelajar mendiskusikan tentang puja dalam tradisi Mahayana serta makna dan dengan membentuk kelompok yang didampingi oleh guru.

d.      Pelajar membacakan hasil diskusinya ke depan kelas secara bergantian per kelompok.

e.      Pelajar bersama guru membuat kesimpulan tentang puja dalam tradisi Mahayana.

f.   Pelajar mencatat hal yang penting dari materi tersebut.


A.   Pengertian puja dalam tradisi Mahayana

B.    Jenis-jenis puja dalam tradisi Mahayana

C.    Makna puja dalam tradisi Mahayana

D.  Tujuan Puja dalam tradisi Mahayana 




A. Pengertian Puja

Puja atau penghormatan merupakan salah satu budaya manusia yang memiliki makna dan tujuan berbeda-beda. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) puja memiliki arti upacara penghormatan kepada dewa-dewa. Puja atau penghormatan merupakan suatu perwujudan dari penghargaan seseorang terhadap orang lain. Penghormatan itu dilakukan atas dasar tata susila yang sesuai dengan kepribadian yang luhur.

Puja dalam agama Buddha berbeda arti, makna, cakupan, serta penulisannya  (Pūjā) dengan kata puja dalam KBBI.

Dalam agama Buddha, Pūjā memiliki arti menghormat. Kata Pūjā dapat ditemukan dalam “Mangala Sutta”: “Pūjā ca pūjanīyānaṁ etaṁ maṅgalamuttamaṁ” yang artinya: menghormat kepada yang patut dihormati merupakan berkah utama. Orang yang patut dihormati adalah Buddha, orang tua, guru, orang suci, dan orang yang memiliki moral baik. Puja dalam agama Buddha dilakukan dengan pengertian benar sebagai sarana pengembangan batin yang lebih baik.

Dalam tradisi Mahayana, "puja" memiliki arti penting sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian spiritual. Puja biasanya melibatkan serangkaian ritual dan persembahan yang dilakukan oleh umat Buddha sebagai ungkapan bakti kepada Buddha, Bodhisattva, atau makhluk suci lainnya dalam ajaran Buddha.

Dalam tradisi Mahayana, "puja" memiliki arti penting sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian spiritual. Puja biasanya melibatkan serangkaian ritual dan persembahan yang dilakukan oleh umat Buddha sebagai ungkapan bakti kepada Buddha, Bodhisattva, atau makhluk suci lainnya dalam ajaran Buddha.

B. Jenis-jenis puja dalam tradisi Mahayana

Dalam tradisi Mahayana, puja atau pemujaan merupakan bagian penting dari praktik spiritual yang membantu umat dalam mendekatkan diri kepada para Buddha dan Bodhisattva. Berikut adalah beberapa jenis puja yang umum dilakukan dalam tradisi Mahayana:

1.      Puja Buddha: Ini adalah jenis puja yang paling umum, di mana para praktisi memuja Buddha, seperti Buddha Shakyamuni, sebagai wujud penerangan tertinggi. Praktik ini sering melibatkan pembacaan sutra, persembahan bunga, dupa, dan lilin.

2.      Puja Bodhisattva: Dalam tradisi Mahayana, Bodhisattva adalah makhluk yang telah mencapai ‘pencerahan’ tetapi memilih untuk tetap berada di dunia ini untuk membantu orang lain mencapai ‘pencerahan’. Puja ini biasanya dilakukan untuk menghormati Bodhisattva tertentu, seperti Avalokiteshvara (Kwan Yin), Manjushri, atau Ksitigarbha.

3.      Puja Avalokitesvara: Avalokitesvara, atau Kwan Yin dalam tradisi Tiongkok, adalah Bodhisattva welas asih. Puja ini berfokus pada pengembangan cinta kasih dan belas kasihan, dan sering disertai dengan pembacaan mantra "Om Mani Padme Hum."

4.      Puja Amitabha: Amitabha Buddha adalah Buddha dari Cahaya Tanpa Batas, yang diyakini memerintah di Tanah Suci Barat. Praktik puja ini sering melibatkan pembacaan nama Amitabha dan bertujuan untuk mencapai kelahiran kembali di Tanah Suci.

5.      Puja Bhaisajyaguru Buddha: Puja ini dilakukan untuk memohon kesehatan dan penyembuhan. Bhaisajyaguru, dipercaya memiliki kekuatan untuk menyembuhkan penyakit fisik dan mental.

C. Makna Puja dalam tradisi Mahayana

Aliran Mahayana melakukan puja bakti dengan bahasa Mandarin dan Sansekerta. Sekte Mahayana menggunakan alat Dharma dalam melakukan puja bakti. Alat musik tersebut adalah gendang, in cing, genta, gong, tan ce, he ce, dan mu yi. setiap alat yang digunakan mempunyai sejarah, dan makna bagi puja bakti Mahayana. 

Berikut ini merupakan makna puja dalam tradisi Mahayana:

1.      Penghormatan terhadap Buddha dan Bodhisattva: Puja dalam tradisi Mahayana sering kali melibatkan penghormatan kepada Buddha dan Bodhisattva. Ini mencerminkan rasa hormat dan penghargaan terhadap mereka yang telah mencapai pencerahan dan yang berkomitmen untuk membantu semua makhluk hidup.

2.      Pengembangan Kebajikan: Melalui puja, praktisi Mahayana berusaha untuk mengembangkan kebajikan seperti cinta kasih, kemurahan hati, dan kesabaran. Ritual ini berfungsi sebagai pengingat dan dorongan untuk mempraktikkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3.      Menyucikan Pikiran: Puja juga dianggap sebagai cara untuk membersihkan pikiran dari kotoran batin seperti kebencian, ketamakan, dan kebodohan. Dengan demikian, puja membantu praktisi mencapai keadaan pikiran yang lebih murni dan damai.

4.      Penguatan Hubungan Spiritual: Dalam puja, terdapat elemen penguatan hubungan spiritual antara individu dengan ajaran Buddha. Ini menciptakan ikatan yang lebih kuat dan mendalam dengan jalan spiritual yang dipilih, serta menumbuhkan keinginan dan tanggung jawab terhadap praktik Dharma.

5.      Menciptakan Energi Positif: Melalui nyanyian, doa, dan persembahan dalam puja, energi positif diciptakan dan disebarkan ke seluruh lingkungan. Ini tidak hanya bermanfaat bagi individu yang melakukan puja, tetapi juga berdampak positif bagi komunitas dan makhluk lain di sekitarnya.

Dengan memahami makna puja dalam tradisi Mahayana, praktisi dapat lebih mendalami ritual ini dan menggunakannya sebagai alat untuk mencapai pencerahan dan memperkaya perjalanan spiritual mereka.

D. Tujuan Puja dalam tradisi Mahayana

Setiap jenis puja dalam tradisi Mahayana memiliki tujuan dan manfaat yang berbeda, tetapi semuanya bertujuan untuk membantu para praktisi dalam perjalanan mereka menuju kedamaian dan pencerahan. Melalui puja, umat berusaha untuk mengembangkan sifat-sifat positif seperti welas asih, kebijaksanaan, dan ketenangan batin.

Dalam aliran Mahayana, Bodhisattva dianggap sangat penting. Bodhisattva adalah calon-calon

Buddha yang menjadi penyelamat para penganut agama Buddha. Menurut pandangan Mahayana, seorang Bodhisattva memiliki cinta kasih yang ditujukan membantu seluruh umat Buddha demi mencapai nirwana.

Simpulan 

Dalam tradisi Mahayana, puja atau pemujaan merupakan bagian penting dari praktik spiritual yang membantu umat dalam mendekatkan diri kepada para Buddha dan Bodhisattva. 

Puja dalam tradisi Mahayana memiliki makna yang mendalam dan kaya akan simbolisme. Dalam konteks Mahayana, puja bukan hanya sekadar ritual penghormatan, tetapi juga merupakan bentuk latihan spiritual yang bertujuan untuk mengembangkan kebijaksanaan, welas asih, dan pencerahan batin.

Refleksi

Apakah Kalian sudah memahami materi pembelajaran kali ini? 

Jika belum silakan baca ulang materinya dan tonton videonya pada LMS belajarbuddha.id. Setelah paham silakan kerjakan latihan dan penilaian yang juga terdapat dalam LMS belajarbuddha.id. Setelah selesai silakan baca dan tonton video pada materi berikutnya. Tetap semangat, semoga semua makhluk berbahagia. Namo Buddhaya.




MODUL AJAR 5.02 : Upacara Puja Tradisi Theravada

Modul Ajar 5.01 : Keragaman Aliran Agama Buddha

Modul Ajar Kelas 5 (5.01)
Materi Pembelajaran :  Keragaman Aliran Agama Buddha

Tujuan Pembelajaran  : Memahami keragaman upacara puja dan meditasi ketenangan    dari       berbagai aliran atau tradisi Agama Buddha
KKTP : Menganalisis berbagai aliran dalam agama Buddha dan ciri khas dari aliran-aliran tersebut.

Kegiatan Inti:

a.     Pelajar menyimak bacaan tentang keragaman aliran dalam agama Buddha. 

b.     Pelajar diberikan pertanyaan pemantik oleh guru terkait keragaman aliran dalam agama Buddha.

c.     Pelajar menjawab pertanyaan pemantik dari guru terkait keragaman aliran dalam agama Buddha. 

d.     Pelajar mengumpulkan informasi tentang keragaman aliran dalam agama Buddha. 

e.     Pelajar mencoba mengamati dan menyimak bacaan tentang keragaman aliran dalam agama Buddha. 

f.      Pelajar menganalisis berbagai informasi terkait  berbagai aliran dalam agama Buddha dan ciri khas dari aliran-aliran tersebut 

                                g.    Pelajar menceritakan kembali tentang keragaman aliran dalam agama Buddha.

Materi Pembelajaran:
A.      Keragaman aliran dalam agama Buddha 
B.      Ciri khas aliran dalam agama Buddha

Materi Pelajaran
Latar belakang munculnya aliran dalam agama Buddha

Selama kehidupan Buddha Sakyamuni, jika ada persoalan atau keraguan dari para siswaNya, mereka bisa langsung bertanya dan berdiskusi dengan Buddha. Namun seratus tahun setelah Buddha wafat/parinibbana terjadi perselisihan di antara para siswa Buddha dalam menafsirkan aturan yang terdapat dalam Vinaya (peraturan untuk para bhikkhu). Ini merupakan awal munculnya tradisi/mazhab dalam agama Buddha.

Tiga bulan setelah Buddha parinibbana, dilakukan Sidang Agung Sangha (Konsili) Pertama yang dipimpin Bhikkhu Mahakassapa. Sidang ini dilatarbelakangi ucapan bhikkhu tua yang memiliki pengetahuan Dharma dangkal, yaitu Bhikkhu Subhada dengan berkata; “Teman-teman, jangan berduka. Karena kita telah terbebas dari orang yang mengekang, kita dapat berbuat sesuka hati.” (Vinaya. II, 284-285). Ucapan ini jika dibiarkan akan berpotensi memecah belah sangha dan mengaburkan Dharma. Apa yang bukan Dharma dianggap Dharma dan apa yang Dharma dianggap bukan Dharma. Maka, Bhikkhu Mahakassapa bersama lima ratus bhikkhu Arahat berhimpun dalam sidang sangha tersebut yang bertujuan untuk menghimpun dan menjernihkan ajaran Buddha (Dharma).

Kemudian dilanjutkan dengan Sidang Agung Sangha Kedua, dilatarbelakangi adanya perbedaan pendapat tentang penafsiran sepuluh peraturan kecil oleh sekelompok bhikkhu dari suku Vajji di Vesali dan tidak menemukan kata sepakat. Kelompok yang menolak perubahan dikenal dengan nama Sthaviravada yang merupakan cikal bakal mazhab Theravada dan kelompok yang menginginkan perubahan disebut Mahasangika yang merupakan cikal bakal mazhab Mahayana.

Tiga ratus tahun setelah Buddha parinibbana, agama Buddha menyebar keluar dari India. Penyiaran agama Buddha tidak pernah menggunakan kekerasan. Hal ini didasarkan pada petunjuk Buddha kepada 60 Arahat yang menjadi utusan pertama Buddha untuk menyiarkan Dharma. Dalam menyiarkan Dharma hendaknya dapat membawa kesejahteraan, kebahagiaan, dan keselamatan bagi individu dan masyarakat. Dengan demikian, agama Buddha berjalan harmonis dengan budaya setempat. Buddha berprinsip membiarkan orang lain mengikuti keyakinan mereka dengan damai dan mengakui hak orang lain atas kebebasan dalam menyiarkan Dharma. 

A. Ciri khas aliran dalam agama Buddha
Agama Buddha terdiri atas beberapa aliran. Setiap aliran dibimbing oleh para bhikkhu atau bhiksu yang bergabung dalam sangha. Sangha adalah perkumpulan para  bhikkhu atau bhikkhuni
1.     Aliran Theravada
o Aliran Theravada berpegang teguh pada ajaran-ajaran asli Buddha seperti yang tercatat dalam kitab-kitab Pali.
o   Mereka menekankan pada praktik meditasi Vipassana untuk mencapai Nibbana.
Jumlah peraturan atau vinaya yang dilaksanakan adalah 227. o    Seseorang yang akan menjadi bhikkhu harus menjadi samanera terlebih dahulu. o Samanera artinya calon bhikkhu.

2.     Aliran Mahayana
Mahayana adalah  salah satu aliran utama dalam agama Buddha yang lahir di India sekitar abad ke-1 Sebelum Masehi. Mahayana berasal dari bahasa Sanskerta yang secara harfiah berarti "kendaraan besar".

Makhluk luhur/ Bodhisattva yang memilih dan bertekad untuk membantu makhluk lain mencapai Pencerahan.                                                                                                  
o    Ajaran yang menyatakan bahwa semua makhluk memiliki potensi untuk mencapai Pencerahan.
o    Mahayana memandang Nirvana sebagai sesuatu yang dapat dicapai oleh semua orang. 
o Jumlah peraturan atau vinaya yang dilaksanakan  bhikkhu Mahayana adalah 250. 
o       Seseorang yang akan menjadi bhikkhu harus menjadi samanera terlebih dahulu. 
o      Sutra Mahayana banyak ditulis menggunakan bahasa sansekerta.

3. Aliran Vajrayana
o   Aliran Vajrayana menggunakan berbagai macam simbol dan ritual, seperti mandala dan mantra, untuk mencapai pencerahan dengan cepat.
o   Vajrayana sering disebut sebagai aliran "Tantrik" karena penggunaan tantra dalam praktik spiritualnya. 
o Ajaran Vajrayana mengajarkan bahwa seseorang dapat mencapai pencerahan dalam satu kehidupan.

Keragaman tradisi dalam agama Buddha ini harus kita pahami sebagai suatu karakter yang unik dalam agama Buddha. Keragaman tradisi/mazhab memberi kebebasan bagi kita untuk memilih cara praktik ajaran Buddha yang sesuai dengan watak dan membuat kita merasa nyaman. Namun begitu, kita harus tetap mempertahankan pikiran terbuka dan menghormati tradisi lain.

Perbedaan dalam memilih tradisi/mazhab pada dasarnya tidak boleh menghalangi hubungan yang akrab baik secara pribadi, keluarga, maupun kelompok. Karena pada dasarnya kita masih satu sebagai siswa Buddha
Pesan Kitab Suci:

Dhammapada syair 183 sabbapāpassa akaranaṁ kusalassūpasampadā  sacittapariyodapanaṁ etaṁbuddhāna sāsanaṁ.

Artinya:

Tidak melakukan segala bentuk kejahatan, senantiasa mengembangkan kebajikan, dan membersihkan batin; inilah Ajaran Para Buddha.

Simpulan
Meskipun terdapat perbedaan dalam hal praktik dan penekanan, semua aliran dalam agama Buddha memiliki tujuan yang sama, yaitu mencapai Nibbana atau pembebasan dari penderitaan. Mempelajari berbagai aliran ini dapat memperkaya pemahaman kita tentang agama Buddha dan membantu kita memilih jalan spiritual yang sesuai dengan diri kita.