MODEL PENELITIAN YURISPRUDENSIAL
DALAM PEMBELAJARAN PKn
Oleh
Suwito
PENGENALAN MODEL PENELITIAN
JURISPRUDENSIAL
A.
Tujuan dan asumsi
Sebagaimana
dijelaskan oleh joice dan weil (1986:260-267). Model ini memiliki sejumlah
karakteristik. Dasar pemikiran ini ialah konsepsi tentang masyarakat yang
memiliki pandangan dan prioritas yang berbeda mengenai nilai sosial yang
produktif, setiap warga negara perlu mempunyai kemampuan untuk dapat berbicara
kepada orang lain dan berhasil dengan baik melakukan kesepakatan dengan orang
lain. Setiap warga negara harus mampu menganalisis secara cerdas dan mengambil
contoh masalah sosial yang paling tapat yang pada hakikatnya berkenaan dengan
konsep keadilan, hak asasi manusia yang memang menjadi inti dari kehidupan demokrasi. Untuk dapat melakukan
aktivitas tersebut diperlukan tiga kemampuan, yakni:
1. Mengenal dengan baik nilai yang berlaku
dalam sistem hukum dan politik yang ada dilingkungan negaranya.
2. Memiliki seperangkat keterampilan untuk
dapat digunakan dalam menjernihkan dan memecahkan masalah nilai, dan
3. Menguasai atau memiliki pengetahuan
tentang masalah politik yang bersifat kontemporer yang tumbuh dan berkembang
dalam lingkungan negaranya.
Yang paling
tepat digunakan sebagai bidang kajian dalam model ini ialah: konflik rasial dan
etnis, konflik ideologi atau keagamaan, keamanan pribadi, konflik antar
golongan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan, serta keamanan
nasional. Lingkup dan tingkat kerumitan dari masing-masing bidang kajian
tersebut, tentu saja harus disesuaikan dengan tingkat usia dan lingkungan peserta
didik.
B.
Sintakmatik
Model
Jurisprudensial ini memiliki enam tahap (Joyce & Weil, 1986:268) seperti
berikut:
1. Orientasi terhadap kasus
Yang dilakukan pada tahap ini:
guru memperkenalkan bahan-bahan dan mereviw data yang tersedia
2. Mengidentifikasi isu dan kasus
Aktivitas tahap ini antara
lain: pebelajar meng-sintesiskan fakta-fakta ke dalam isu yang dihadapi;
pebelajar memilih salah satu isu kebijaksanaan pemerintah untuk didiskusikan;
peserta didik mengidentifikasi nilai-nilai dan konflik nilai; dan pebelajar
mengenali fakta yang melatarbelakangi isu dan pernyataan yang didefinisikan.
3. Menetapkan posisi
Pebelajar menimbang-nimbang
posisi atau kedudukannya dalam konflik nilai itu dan dalam hubungannya dengan
konsekuensi dari kedudukan itu.
4. Mengeksplorasi contoh-contoh dan pola
argumentasi
Aktivitasnya: menetapkan titik
dimana terlihat adanya perusakan nilai atas dasar data yang dipeoleh;
membuktikan konsekuensi yang diinginkan dan yang tidak diinginkan dari posisi
yang dipilih; menjernihkan konflik nilai dengan melakukan proses analogi; dan
menetapkan prioritas dengan cara membandingkan nilai yang satu dengan yang lain
serta mendemonstrasikan kekurangannya bila memiliki salah satu nilai.
5. Menjernihkan dan menguji posisi
Aktivitas utamanya: pebelajar
menyatakan posisinya dan memberikan rasional mengenai posisinya itu, dan
kemudian menguji sejumlah situasi yang serupa; serta meluruskan posisinya.
6. Mengetes asumsi faktual yang
melatarbelakangi posisi yang diluluskannya.
Aktivitasnya: mengidentifikasi
asumsi faktual dan menetapkan sesuai tidaknya; menetapkan konsekuensi yang
diperkirakan dan menguji kesahihan faktual dari konsekuensi itu.
C.
Sistem sosial
Struktur
dari model ini bervariasi mulai dari yang terstruktur rendah sampai yang
terstruktur ketat. Secara umum guru memulai membuat tahapan dan bergerak dari
tahap satu ke tahap yang lainnya tergantung kemampuan pebelajar untuk
menyelesaikan tugas-tugas untuk setiap tahapan. Setelah pebelajar mengalami
satu kali Jurisprudensial, diharapkan masing-masing akan dapat melakukannya
tanpa bantuan orang lain.
D.
Prinsip reaksi
Reaksi guru
terutama yang terjadi pada tahap keempat dan kelima tidak bersifat evaluatif.
Apa yang dilakukan oleh guru dalam hal ini hanyalah berupa reaksi terhadap
komentar pebelajar dengan cara memberikan pertanyaan mengenai relevansi,
keajegan, kekhususan, atau keumuman, dan kejelasan secara definisi. Untuk dapat
memerankan hal tersebut, guru harus dapat mengantisipasi nilai yang diajukan
oleh pebelajar dan berkenaan dengan hal itu guru harus siap untuk menantang
dan melacaknya lebih jauh. Peranan guru
dalam modal ini lebih mendekati pada metode dialog gaya socrates yang memiliki
ciri dialektis.
E.
Sistem pendukung
Bahan utama
yang diperlukan dalam model ini adalah sumber-sumber dokumen yang relevan
dengan masalah. Seyogyanya disediakan sumber-sumber yang dipublikasikan secara
resmi mengenai kasus-kasus yang aktual. Atau dapat pula guru mengembangkan
dengan cara merangkum informasi mengenai kasus-kasus dari berbagai sumber
informasi yang sangat langka, atau yang memang sukar diperoleh oleh pebelajar.
Dalam mengaplikasikan model ini perlu diperhatikan hal-hal yang berkaitan
seperti tingkat usia anak, dan lingkungan belajar yang tersedia.
F.
Dampak instruksional dan pengiring
Model
Jurisprudensial ini memiliki dampak instruksional dan pengiring sebagaimana
terlihat dalam gambar berikut:
G. Aplikasi model Jurisprudensial
MODEL JURISPRUDENSIAL
Mata pelajaran : PKn
Kelas/semester : XI/I
Pertemuan : 1-2
Alokasi waktu : 4x45 menit
1. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran ini adalah agar peserta didik
memiliki kemampuan: menguasai konsep yang diperlukan untuk materi pelajaran peran serta dalam upaya pemberantasan
korupsi di Indonesia.
2. Standar kompetensi
Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan
indikator pembelajaran adalah sebagai berikut:
Standar kompetensi
|
Kompetensi dasar
|
Indikator hasil belajar
|
Menampilkan sikap positif terhadap sistem hukum dan peradilan nasional
|
Menampilkan peran serta dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia
|
Menunjukkan fakta-fakta adanya korupsi
di Indonesia
Menjelaskan upaya pemerintah memberantas
korupsi
Antikorupsi dalam perilaku sehari-hari
|
3. Langkah pembelajaran
a. Pertemuan 1
1) Pendahuluan, 10 menit
a) Melakukan apersepsi tentang pokok bahasan
yang akan disampaikan kepada peserta didik
b) Meminta peserta didik menyiapkan diri
untuk membaca buku materi tentang upaya pemberantasan korupsi
2) Inti, 60 menit
Durasi
|
Kegiatan pembelajaran
|
10 menit
|
Guru menyiapkan berbagai kasus dari berbagai media massa siswa diminta
mencermati kasus-kasus yang ada
|
15 menit
|
Guru meminta siswa untuk menganalisis suatu kasus, misalnya pelarian
terpidana korupsi dengan membawa hasil korupsinya keluar negeri
|
15 menit
|
Guru meminta siswa mengidentifikasi nilai dan norma hukum yang dilanggar
oleh pelarian tersebut
|
20 menit
|
Siswa merumuskan permasalahan dari kasus tersebut dikaitkan dengan
kerugian keuangan negara dan perekonomian nasional
|
3) Penutup 20 menit
Guru mengakhiri pembelajaran dengan meminta kepada
siswa untuk:
Ø Membuat rumusan atau kesimpulan tentang
materi yang telah didiskusikan
Ø Melakukan refleksi tentang kegagalan
pemberantasan korupsi di Indonesia
b. Pertemuan 2
1) Pendahuluan, 10 menit
a) Melakukan apersepsi tentang pokok bahasan
yang akan disampaikan kepada peserta didik
b) Meminta anak-anak menyiapkan diri untuk
membaca buku materi tentang instrumen hukum dalam pemberantasan korupsi
2) Inti, 60 menit
Durasi
|
Kegiatan pembelajaran
|
10 menit
|
Guru meminta siswa menjajaki berbagai norma hukum yang dilanggar dan
sanksi yang ditanggung sang pelarian (tersangka)
|
10 menit
|
Guru meminta siswa untuk mengidentifikasi berbagai kasus yang membebaskan
pelaku korupsi
|
25 menit
|
Siswa melakukan posisi diri terhadap putusan hukum, baik yang disetujui
maupun yang ditolaknya dengan mengajukan argumentasi hukum tertentu
|
15 menit
|
Siswa mengambil simpulan bersama atas posisi diri masing-masing menjadi
sikap kelas
|
`
3) Penutup 20 menit
Guru mengakhiri pembelajaran dengan meminta kepada
siswa untuk: melakukan refleksi tentang keberhasilan pemberantasan korupsi di
Indonesia
4. Sumber dan media pembelajaran
a. Sumber pembelajaran
1) Buku PKn kelas X (penerbit bebas)
2) Bruggink, 1999. Refleksi Tentang Hukum.
Bandung: Citra Aditya Bakti
3) Eman Suparman, 2004. Kitab Undang-undang
Peradilan Umum Bandung: Fokusmedia
4) E. Utrecht, 1989. Pengantar dalam Hukum
Indonesia. Disadur dan direvisi oleh Moh. Saleh Djindang. Jakarta: Ikhtiar Baru
5) KPK, 2006. Laporan Tahunan KPK: Membangun
Kepeercayaan Mewujudkan Kepastian Hukum. Jakarta: KPK
6) Leden Marpaung, 2004. Tindak Pidana
Korupsi: Pemberantasan dan Pencegahan. Jakarta: Penerbit Djambatan
7) Satjipto Raharjo, 2000. Ilmu Hukum.
Bandung: Citra aditya Bakti
b. Media pembelajaran
1) Rekaman vidio tentang pelanggaran hukum
dan penegakan hukum di Indonesia.
2) Laptop, LCD, CD rekaman.
3) Whaite Board, spidol, dan penghapus
4) OHP dan Plastik transparan
5) Brosur, sticker kosong, lem kertas, paku
payung.
5. Evaluasi pembelajaran
Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan
singkat dan benar!
1) Apa yang dilakukan pemerintah dalam memberantas
korupsi? Sebutkan dari aspek normatif dan kelembagaan!
2) Efektifkah peran serta masyarakat dalam
upaya pemberantasan korupsi?
3) Sebutkan beberapa lembaga yang menampung
peran serta masyarakat dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
4) Buatlah sms yang berupa pengaduan kasus
yang kamu saksikan di masyarakat yang bermuatan tindak pidana korupsi!
5) Apakah pelajar di sekolah dapat melakukan
korupsi? Jelaskan pendapatmu!
H. Analisis kritis
Model pembelajaran yang dipelopori oleh Donal
Oliver dan James P. Shaver ini didasarkan atas pemahaman masyarakat dimana
setiap orang berbeda pandangan dan prioritas satu sama lain, dimana nilai-nilai
sosialnya saling berkonfrontasi satu sama lain. Memecahkan masalah kompleks dan
kontroversial di dalam konteks aturan sosial yang produktif membutuhkan warga
negara yang mampu berbicara satu sama lain dan bernegosiasi tentang perbedaan
tersebut.
Biasanya, kunci utama keberhasilan model ini
adalah memalui metode dialog Sokrates (debat konfrontatif). Langkah-langkah
yang harus dilakukan meliputi enam langkah yaitu:
1. Orientasi terhadap kasus
2. mengidentifikasi isu
3. mengambil posisi (sikap)
4. menggali argumantasi untuk mendukung
posisi (sikap) yang telah diambil
5. memperjelas ulang dan memperkuat posisi
(sikap) dan
6. menguji asumsi tentang fakta, definisi,
dan konsekuensi.
Model ini dirancang untuk siswa SLTP ke atas. Bagi
siswa yang kelasnya lebih rendah harus dimodifikasi sedemikian rupa sehingga
memungkinkan terjadinya perdebatan kritis yang seru. Perdebatan kritis pada
awalnya sangat menakutkan bagi siswa, terutama bagi mereka yang pendiam. Untuk
mengatasi hal tersebut, guru sebaiknya tidak melakukan perdebatan dengan siswa
tersebut. Sebaiknya siswa dibagi dalam beberapa kelompok kecil dan saling
berargumentasi mempertahankan sikap masing-masing terhadap isu-isu sosial yang
sedang dibahas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar